Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 09 Mei 2020

, ,

The Kite Runner, Novel Magis Yang Membuat Orang Terpaku Membacanya




Betul, novel ini sudah lama dirilis. The Kite Runner novel karya Khaled Hosseni  dirilis pada tahun 2006 dan sudah banyak sekali yang meresensi dan mereview novel ini. Kebanyakan memang pendapat dari para pakar yang bisa kalian baca di platfform online atau di dalam buku itu sendiri. 

Akan tetapi, bukankah cerita dan novel adalah sebuah keajaiban dimana kata - katanya mampu membius pembaca dan membangkitkan imajinasi yang berbeda antar para pembaca. Sehingga memungkinkan sekali pengalaman yang dirasakan antara pakar dan kamu berbeda.

Sekali lagi resensi, sinopsis, dan review tentang jalan cerita The Kite Runner ini sudah bertebaran di banyak platform online, sangat mudah untuk mencarinya, jadi saya tidak akan membahas perihal ini mengingat keahlian saya juga belum cukup matang dalam menilai sebuah karya Novel.

Oke, langsung ke prespektif dan kesan saya terhadap buku ini. Saya menemukan permata ini sekitar tahun 2013 tanpa ada rujukan dari manapun. Waktu itu saya menemukan a Pure Gem ini di rak teman buku satu kosan. Buku kecil biru yang berjudul "The Kite Runner" (kayaknya sih bajakan), ga menarik memang awalnya. Tapi saya coba membaca sinopsisnya, ehm agak menarik juga nih buku.

Berawal dari keisengan tersebut, ternyata saya sudah menghabiskan beberapa menit dalam melahap kata demi kata, lembar demi lembar ramuan sang maestro Khalid Hosseni ini, satu kata untuknya "Amazing". Novel ini langsung memikat hati dan pikiran saya untuk terus membacanya, sampai - sampai hanya dalam beberapa hari saja saya sudah sampai pada cerita dimana terjadi perang saudara di Afghanistan yang juga melibatkan negara luar, saat dimana Amir harus meninggalkan tanah air bersama ayahnya. Cukup sampai disini, karena saya pindah kos dan yang punya buku juga sudah lulus kuliah terus pindah ke kota lain.

Semenjak menginjak kan kaki di Yogyakarta dan menetap sebagai mahasiswa, saya mulai suka membaca dan menulis. Lah kenapa ga beli saja bukunya? Inilah bodohnya saya dan saya menyesal sampai saat ini, sebenarnya bisa saja saya membeli buku - buku ori dengan menabung atau menyisihkan dari jatah bulanan kiriman orang tua, namun saat itu saya boros ; nongkrong, jajan, dan jalan - jalan seringkali menghabiskan jatah bulananku. 

Hasrat untuk membaca selalu ada walau dalam hiruk pikuk kehidupan sosialita anak muda. Saat ke kampus saya sering ke perpustakaan untuk mencari, membaca, dan juga meminjam banyak buku, diantaranya buku - buku sejarah, karangan imajiner, dan buku agama, malah jarang sekali meminjam buku yang berkaitan dengan jurusan saya yakni Tekni Industri. 

Sering waktu berjalan, saya mulai bekerja pada tahun 2018. Walau gaji tak seberapa, akan tetapi lambat laun kehidupan saya mulai tertata, mencicil hutang, berbagi, dan bahkan bisa menabung. Baru pada tahun 2019, lambat laun seperti kata pepatah "sedikit demi sedikit lambat laun menjadi bukit", pada september 2019 ada sekitar uang Lima Ratus Ribu Rupiah yang bebas bisa saya gunakan untuk hobi saya. 

Saya berhenti membaca baik dari media online ataupun offline khususnya cerpen dan novel pada awal tahun 2017. Kehidupan saya kacau pada saat itu, tak punya pekerjaan, tak punya uang untuk makan, pernah tidak makan selama lima hari dan hanya minum air putih sama satu kerupuk per hari, benar - benar kacau, saya mengalami titik terendah dalam hidup saya, saking tak kuat menahan lapar akhirnya saya meminjam uang ke teman - teman saya.

Jika ada kesempatan mungkin saya akan menulis kisah kelam pada tahun 2017 itu, mungkin. Mengingat sakitnya lapar tersebut, pikiran saya hanya disibukkan dengan bagaimana mencari uang yang halal, tak sempat lagi membaca cerita - cerita. Nah, pada september 2019 dengan kepemilikan uang Lima Ratus Ribu Ruoiah tersebut, saya mulai mengingat - ingat tentang apa yang saya sukai. Akhirnya terlintas untuk membeli Novel, namun novel apa yang ingin saya beli?

Jujur waktu itu saya lupa dengan judul buku novel The Kite Runner ini, yang terlintas hanyalah cerita anak kecil, Afghanistan, dan perang. Kata - kata kunci itulah yang kucari dalam mesin pencarian. Kemudian muncullah beberapa review dari The Kite Runner, hmmm ini lah yang saya cari. Hari itu juga saya beli buku ori nya, sekarang murah sekitar Rp. 90.000 an. 

Lanjut dong, hari itu juga saya baca persis pas bagian yang terhenti semenjak 6 tahun yang lalu. Indah benar, kata - kata magis racikan dari Khalid Hosseni ini yang menceritakan pelarian Amir sampai ke tanah Paman Sam, dan lika - liku kehidupan imigran di paman sam yang diceritakan sangat menyentuh. Eitts berhenti dulu karena ada kesibukan pekerjaan yang sangat memakan waktu sehingga susah sekali untuk meneruskan membaca novel ini.

Baru lah pada awal Maret 2020, saya terkena PHK imbas dari fenomena COVID 19 (sampai sekarang masih menganggur hehe). Dalam mengisi waktu yang telampau luang itu saya mulai membaca lagi Novel The Kite Runner dan banyak karya sastra lainnya.

Gila, gila, gila!

Plot akhirnya sangat menyentuh, saya sampai menangis membacanya, jarang sekali saya sampai berlinang air mata saat membaca cerita. Bagian yang paling menyentuh ialah saat Sohrab sudah tak percaya lagi dengan apa yang ada di dunia ini, seketika saya teringat masa tahun 2017 dimana saya hampir kehilangan harapan untuk hidup di dunia ini. Tak hanya itu, romance Sohrab dan Amir juga sangat menyentuh hati. oleh karena itu, bagi penikmat novel atau yang senang membaca, Novel The Kite Runner ini wajib untuk coba dibaca.

Maaf jikalau komentar saya terhadap novel The Kite Runner ini malah meleber kemana - mana. Tapi intinya, ga rugi deh menyisihkan uang dan waktu untuk membaca novel The Kite Runner ini.

Oh iya... Sekedar mengingatkan bahwa masih di hari dan detik ini sampai wabah COVID 19 yang telah membuat menderita bagi banyak orang termasuk saya yang harus kehilangan pekerjaan, maka :

#StayAtHome bagi yang tidak berkepentingan mendesak dan patuhi peraturan Physical Distancing supaya wabah ini cepat terkendali dan orang - orang yang bernasib sama seperti saya ini bisa kembali mencari suap nasi lagi. :( :( :( 


Continue reading The Kite Runner, Novel Magis Yang Membuat Orang Terpaku Membacanya

Sabtu, 20 April 2019

,

Paduka Raja yang Bijaksana



Apa kabar teman? Pastinya baik – baik saja yaa kan. Rumah kalo kotor dan tak terawat rasanya bikin risih dan bahkan horror ya, seperti blog ini yang tak terawat membuat mata batin ini perih dan penat di kepala.

Setelah beberapa bulan tak ku update blog yang sepi pengunjung ini, akhirnya saya ada waktu, eh bukan waktu sih tapi aku berhasil mengalahkan rasa malasku. Semua kejadian, pemandangan, suasana, dan ironi kehidupan di dunia ini aku tampung pada otakku sendiri yang kapasitasnya tak seberapa dan barang kali beberapa momen menarik sudah hilang dari ingatan. Oleh karena desakan itu pula, mau tidak mau harus ku abadikan melalui coretan fisik maupun digital.

Oke tak perlu lama – lama basa – basi nya. Karena saya adalah warga Indonesia yang baik hati, diantaranya adalah sudah membayar aneka bill untuk negara yang selalu lunas dan berbagai kewajiban yang harus dijalani, jadi jangan ngejudge siapa yang paling Indonesia ya.

Loh itu yang akan dibahas? Kok berat ya topiknya?

Bukan itu kok yang akan dibahas dan lagi kalo dibahas itu bukan topik yang berat juga kok, setelah ribuan tahun kita ber – manusia masih menganggap kebangsaan adalah hal yang berat untuk dibahas? Kalau politik iya, karena perdebatan itu tak akan ada ujungnya semakin di gosok semakin mengangkat gairah nafsu yang lebih besar. Maka kesampingkanlah hal kebangsaan dari perpolitikan, maka tak bakal ada yang berkata “Saya Lebih Indonesia”. Menurut hemat saya warga Indonesia adalah mereka yang menunaikan kewajibannya sebagai warga negara dan mentaati peraturan yang telah disepakati.

Namun negara tak berhak untuk mengekang pikiran manusia dalam bereksplorasi dan berekspresi dalam menemukan jati diri masing – masing individu. Sayangnya beberapa kelompok menekankan konsep kebangsaan dengan sikap yang militant dan tak toleran. Apa salahnya sih belajar niaga dengan konsep tiongkok? Belajar disiplin dengan konsep Jerman People? Belajar gigih dengan konsep orang Jepang? Belajar ikhlas dengan konsep Middle East People? Belajar rendah hati dengan konsep orang Pakistan? Belajar hidup sederhana dengan konsep orang papua? Belajar ramah tamah dengan konsep orang jawa? Dan sebagainya. Adakah hal tersebut akan merusak tatanan hidup bangsa Indonesia?

Itulah beberapa pertanyaan yang sering terngiang dalam pikir yang belum ku temukan jawabannya.
Kamu itu sahabat gurun, kamu itu antek cina, dan lain – lain. Saya sangat risih dengan perkataan – perkataan itu, yang kemarin hampir setiap hari aku lihat perdebatan politik para netizen di media sosial.

Untungnya dan seharusnya perdebatan tak menambah ilmu dan makna itu telah usai setelah tanggal 17 april 2019 yang selama ini aku nanti – natikan, ternyata tak dating juga hadeeh. Oh iya kalian tidak golput kan kemarin? Golput juga ga papa sih. 😁

Bahkan setelah hari pencoblosan telah berlalu, perdebatan siapa yang harus menang dan kenapa malah makin menjadi – jadi. Mungkin orang – orang yang ubun – ubunnya panas ini telah mengeluarkan pundi – pundi rupiah dari uang pribadi dan bukannya uang negara kali ya, sehingga mereka jadi pusing tujuh keliling melihat hasil quick count tidak memihak mereka. Yang menambah muak lagi adalah sikap rakyat biasa yang tak kecipratan apa – apa dari pesta “demokrasi?” ini yang seperti cacing kepanasan membela junjunganya.

Harusnya kan, bagi kita ini yang bukan pengurus partai, caleg, capres dan cawapres, timses, dan sebagainya yang kecipratan rupiah dari pesta demokrasi, tunjukan bahwa kita rakyat yang baik. Dengan apa? Dengan memaksimalkan usaha baik untuk memenuhi kewajiban kita sebagai warga negara. Udah itu aja.

Tapi kan kalau kita salah memilih pemimpin yang ada kita akan di dzalimi.

Konsep dzalim macam apa yang kau katakan itu Paijo?

Kelaparan? Saya sendiri pernah tidak makan empat hari karena tidak ada uang, apakah negara hadir disaat kesusahan itu, TIDAK! Namun saya tak pernah sekalipun menganggap negara dan pemimpinnya telah dzalim kepadaku. Saya baru merasa terdzalimi saat Ketua Wakil Rakyat korupsi triliunan rupiah hanya dihukum seperti maling televisi. Rasa terdzalimi itu tak terobati bahkan dengan pesta demokrasi kemarin, karena tak ada satu kandidat pun baik caleg dan caeks yang berjanji untuk merubah konstitusi itu. Maka dari itu saya hanya berfikiran siapapun pemimpinnya, saya sendiri akan berusaha menjadi rakyat yang selalu baik.

 Kenapa saya tekankan bahwa keberhasilan negara dalam mengelola sumber dayanya berakar pada adilnya penguasa mengurusi dalam bidang kehukuman?

Oke, mari kita simak cerita fiksi dari Kahlil Gibran yang berjudul "Paduka Raja yang Bijaksana".

Paduka Raja yang Bijaksana


Rakyat kerajaan Sardik berkumpul mengelilingi istana sambil meneriakan rasa ketidakpuasan terhadap Sang Raja. Dan raja melangkah keluar dari istananya dengan mahkota di tangan kanan dan tongkat di tangan kiri. Rakyat yang mengetahui kedatangan raja dengan segala kewibawaannya menjadi terdiam. Sambil menatap seluruh rakyatnya, raja berkata, “Teman – temanku, yang tidak lagi menjadi rakyatku, kuserahkan mahkota dan tongkat ini pada kalian, aku akan menjadi salah seorang dari kalian. Aku hanyalah seorang manusia biasa seperti kalian. Dan sebagai manusia aku akan bekerja bersama kalian untuk membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Mulai saat ini kita tidak memerlukan seorang raja. Mari kita ke sawah dan ladang, bekerja saling membantu. Tunjukkanlah padaku ladang atau sawah mana aku harus pergi bekerja. Sekarang kalian semua adalah raja.”

Mendengar kata – kata raja, semua orang tercengang, suasana menjadi sunyi senyap. Raja yang mereka anggap sebagai sumber permasalahan kini telah menyerahkan mahkota dan tongkatnya kepada mereka, dan menjadi rakyat biasa seperti mereka.

Lantas mereka mulai beranjak pergi dan sang raja berjalang dengan seorang laki – laki menuju ke lading. Namun ternyata tanpa kepemimpinan seorang raja, Kerajaan Sardik tidak menjadi lebih baik, dan kabut kesengsaraan tetap menggelayuti mereka. Orang – orang berteriak di pasar dengan satu suara, “Kita harus punya raja lagi.”

Lalu mereka pergi mencari Sang Raja dan menemukannya sedang membajak sawah. Mereka membawa Sang Raja kembali ke istana, menduduki singgasananya, dan mengembalikan mahkota serta tongkat kerajaan.

Mereka berkata, “Sekarang perintahlah kami dengan kebijaksanaan dan keadilan.” Sang raja berkata, “ Aku akan memerintah kalian dengan bijak dan semoga dewa di langit dan bumi membantuku, sehingga aku juga dapat memerintah dengan adil.”

Suatu saat, menghadap beberapa orang, pria dan wanita. Mereka mengadukan perlakuan majikannya yang menganiaya mereka. Majikan itu telah memperlakukan mereka sebagai budak. Seketika sang raja memanggil majikam itu untuk menghadap.

Pada majikan yang dzalim itu raja berkata, “Dalam pandangan Tuhan, hidup seseorang sama berat dengan hidup orang lain. Dan karena engkau tidak bisa menilai betapa beratnya kehidupan orang – orang yang bekerja di sawah dan lading itu, maka engkau harus dihukum. Engkau harus meninggalkan kerajaan Sardik untuk selama – lamanya.”

Pada hari berikutnya datinglah sekelompok orang yang mengadukan kekejaman seorang bangsawan wanita yang tinggal di balik bukit. Wanita itu telah membuat mereka merana dan menderita.
Segera si bangsawan wanita diseret ke pengadilan dan sang raja menghukumnya. Sang raja berkata, “Mereka yang menggarap sawah dan lading kita, lebih terhormat daripada kita. Kita memakan roti yang mereka persiapkan dan minum anggur yang mereka peras. Dan karena kau tidak tahu itu, kau harus meninggalkan tanahmu dan pergi dari kerajaan ini.”

Lalu datanglah seorang pria dan wanita, mengadukan seorang pendeta yang telah menyuruh mereka membawa batu – batu ke gereja, tanpa memberi imbalan. Padahal mereka tahu peti besi pendeta penuh dengan uang emas dan perak, sedangkan mereka sendiri kelaparan.

Sang raja segera memanggil pendeta itu. Setelah pendeta bersimpuh dihadapannya, raja berkata, “Tanda salib engkau kenakan di jubahmu seharusnya mempunyai makna, bahwa engkau siap membaktikan hidup pada setiap manusia. Tapi engkau telah merenggut kehidupan orang lain tanpa memberi imbalan apapun. Karena itu engkau harus meninggalkan kerajaan ini dan jangan kembali lagi.”

Begitulah, setiap hari selalu ada saja orang – orang yang mengadukan nasib mereka. Dan tiap hari selalu penduharka yang diusir dari kerajaan. Sehingga rakyat kerajaan Sadik merasakan kedamaian di hati mereka.

Suatu hari rakyat kerajaan Sardik , tua muda, laki – laki perempuan, dating berhimpun didepan gerbang istana. Mereka memanggil – manggil sang raja. Maka keluarlah sang raja membawa mahkota di tanngan kanan dan mahkota di tangan kiri. Raja berseru kepada mereka, “Sekarang apalagi yang akan kalian tuntut padaku? Lihatlah, akan aku serahkan kembali kepada kalian, apa yang dulu kalian percayakan kepadaku.”

Namun mereka berteriak, “Tidak, tidak. Kau adalah raja yang baik. Tuan telah membuat kerajaan menjadi bersih dari para penjahat, dan tuan telah menyingkirkan serigala – serigala yang menyeringai didepan kami. Kami dating kemari untuk menyanyikan lagu pujian dan terima kasih untukmu. Mahkota adalah milikmu dalam segala kemuliaan dan tongkat adalah milikmu dalam segala kejayaan.

Sang raja berkata. “Teman – teman, bukan aku. Kalian semua adalah raja. Ketika kalian menganggapku lemah dan tidak bisa memerintah dengan baik, sebenarnya kalian sendirilah yang lemah dan menyalahgunakan kekuasaan. Dan sekarang kerajaan menjadi sejahtera itu karena kehendak kalian. Tidak ada seorang pemimpin pun yang mampu memerintah dengan baik, jika yang dipimpin tidak mau mengatur dirinya sendiri.”

Selesai berkata, sang raja masuk kembali ke dalam istananya dengan membawa mahkota dan rasa puas. Muncul keyakinan dalam diri mereka, bahwa diri mereka adalah seorang raja yang membawa mahkota di tangan kanan dan tongkat di tangan kiri.

Nah dari karangan fiksi cerita pendek tersebut, kayaknya sih mewakili benat hati semua orang ya. Kita yang sebagai rakyat biasa menginginkan keadilan dalam bidang hukum yang terwujud jika ada pemimpin bijak yang siap mengeksekusi konstitusi tersebut tanpa pandang bulu, mau itu bangsawan, mau itu petani, law is law.


SALAM INDONESIA DAMAI 😀😊



Continue reading Paduka Raja yang Bijaksana

Minggu, 20 Mei 2018

Shamat dan Enkidu, Cerita Epik Gilgamesh Prasasti I Bagian 3



Penuh gundah dalam hati pemburu muda, dalam benak hatinya ia meragu akan nasib apa yang ia timpa setelah apa yang dialaminya terdengar langsung oleh Raja Gilgamesh. Tetapi kejadian yang ada dalam hutan tidak bisa dibiarkan karena bisa saja makhluk mengerikan tersebut akan menyinggahi kawasan pedesaan dan membahayakan keselamatan orang lain.

Ayahnya telah menawarkan untuk menemaninya ke Uruk supaya hatinya tegar karena ia melihat kebenaran yang mengancam dari cerita anaknya itu. Melihat tekad ayahnya, akhirnya pemburu muda itu berani untuk pergi ke Uruk dan tanpa harus ditemani ayahnya.

Setelah melewati lika - liku posesi untuk sampai ke istana di Uruk dan menghadap Raja Gilgamesh. Pemuda tersebut langsung mengutarakan inti maksud dari kedatangannya kesana. Lama ia bercerita tentang kejadian dihutan dan setelah selesai, serentak para Penasehat Raja mengatakan bahwa apa yang dikatakannya adalah kebohongan besar.

Namun bagi Gilgamesh, perkataan dari Pemburu itu adalah benar. Mengesampingkan pendapat dari orang - orang terdekatnya, Gilgamesh berkata "Baiklah, aku akan membunuhnya".

Mendengar jawaban dari Gilgamesh yang menandakan bahwa ia percaya akan ceritanya, Pemburu itu sangat lega bahwa nyawanya selamat, lalu ia semakin berani untuk mengungkapkan keinginannya kemari. "Maaf tuanku, engkau tak perlu menurunkan bala tentara untuk membunuhnya. Hamba mendengar bahwa ada orang di Kuil Suci yang memiliki kekuatan sakti".

"Siapakah itu?" tanggap Gilgamesh.

"Shamat" jawab Pemburu.

Semua yang mendengar keluh kesah Pemburu Muda itu merasa bingung dengan apa yang dimintanya. Jikalau benar ada makhluk buas dan kuat, hanya Raja Gilgamesh lah yang mampu mengalahkannya. Akan tetapi wajah Gilgamesh menunjukan perasaan lainnya, ia tersenyum mendengar jawaban Pemburu itu dan menghendaki apa yang ia minta.

***


"Apa kau gila? Menempatkanku melawan makhluk buas" ungkap kesal Shamat.

Pemburu muda tak pernah menjawab pelbagai pertanyaan dari Shamat, hal itu membuatnya kesal akan tetapi ketakutan daripada Raja Gilgamesh membuat Shamat itu menerima keadaan. Sebenarnya Pemburu bukan tak ingin menjawab pertanyaannya, namun ia tak tega bila harus mengungkapkannya saat itu.

Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, sampailah mereka di kawasan gurun pasir. Kemudian mereka mencari Oasis sebagai tempat beristirahat dan juga tempat untuk menjebak makhluk buas yang kuat itu.

Tiga hari lamanya mereka menunggu, akhirnya...

Pandangan mata Pemburu terbelalak melihat sosok besar sedang mendekati Oasis. Tak salah, ialah Enkidu.

"Shamat cepatlah kau berbaring diatas selimut, dan perlihatkan payudaramu" kata Pemburu kepada Shamat.

Terbesit dalam pikirannya "Kenapa ia tak menjawab semua pertanyaanku dalam perjalanan, mungkin inilah jawabannya". Air mata mulai menetes dari mata indahnya, tapi tak mengapa toh itu juga pekerjaannya dan lebih penting lagi bakal meningkatkan peluang hidupnya. Aura aneh semakin terasa di sekitar Oasis, akhirnya Shamat menuruti perintah dari Pemburu.

Sosok manusia besar dengan bulu yang menutupi tubuhnya seketika sudah berada dekat dengan mereka. Enkidu yang pada saat itu ingin minum di Oasis, teralihkan pandangannya melihat dua sosok yang tampak aneh dan belum pernah ia temui. Keanehan terjadi pada diri Enkidu ketika ia menoleh ke sosok wanita cantik dengan telanjang dada. Tubuhnya bergetar dan alat kemaluannya mengeras, mulailah ia mencoba mendekati wanita cantik itu.

Kegelisahan datang pada Shamat, namun tak ada jalan lain kalaupun ia lari ada Raja Gilgamesh yang siap memenggal kepalanya. Naluri manusia Enkidu semakin tergugah, ketika Shamat menanggalkan semua pakaiannya dan memasangkan badan erotis yang akan membutakan hati bagi pria manapun. Akhirnya mereka bersenggama melepas nafsu syahwat di dalam tenda selama enam hari dan tujuh malam.

Bersambung...
Note : Isi cerita sesuai dengan plot yang tertulis pada Prasasti 1 "Cerita Epic/Epos Gilgamesh"
Continue reading Shamat dan Enkidu, Cerita Epik Gilgamesh Prasasti I Bagian 3

Sabtu, 21 April 2018

Cerita Epik Gilgamesh, Prasasti 1 Bagian 2 "Pemburu Muda dan Enkidu"



"Sepertinya besok adalah hari keberuntunganku ayah. Kita bisa makan daging lagi". Kata pemburu muda sembari tersenyum meyakinkan ayahnya.

Kalau engkau yakin, maka persiapkan peralatan sekalian juga perangkapnya, ayah akan selalu mendoakan keberuntunganmu dan keselamatanmu nak.

Mendapat restu dari ayahnya, pemburu muda itu tampak sangat bahagia seperti melihat datangnya musim semi. Segera, pada malam itu juga, ia menyiapkan segala perlatan, pisau, panah, dan perangkap serta bekal makan untuk tiga hari.

Pagi - pagi buta, ia berpamitan kepada orang tuanya untuk mencari daging yang sangat jarang mereka makan. Tanpa tahu apa yang menanti di hutan rimba, ada sosok Enkidu.

Dengan hela nafas panjang, mulailah ia hempaskan langkah kaki untuk membahagiakan keluarganya. "Akhirnya terbebas dari hal yang membosankan, dan mungkin tidak lagi makan hanya gandum kasar" tersirat benat dalam hati pemuda tersebut. Karena ketamakan Gilgamesh pula, dimana seharusnya kegiatan berburu sebagai hal yang menyenangkan kemudian menjadi kebutuhan.

Setapak demi setapak ia lampaui sampai ia mulai melihat hutan lebat, tempat biasa orang - orang mengadu nasib mencari daging untuk keluarga. "Seperti ada yang berubah dengan hutan ini, terasa gelap dan mencekam, ah mungkin itu firasatku saja karena kebanyakan makan gandum kasar" pemuda itu berusaha menghibur diri dalam konflik batinnya. Apa yang ia lihat memang begitu adanya. Hutan itu tidaklah hijau namun menghitam, tak ada lagi kicauan burung - burung dan hembusan angin keluar dari hutan terasa pengap.

Ranting demi ranting dan semak belukar ia sabeti. Tibalah ditengah hutan yang ia rasa nyaman untuk mempersiapkan semuanya dan memutuskan untuk menutup mata sejenak. Setelah rehat dirasa cukup, pemuda itu mulai menelisir tanah yang kemungkinan dilewati hewan buruan. Dilihatnya pohon besar dengan buah yang telah matang, disitulah ia memantapkan untuk membuat perangkap. Mulailah digali tanah yang lembab, sampai membentuk lubang setinggi badannnya. Kemudian ia tutupi dengan ranting dan dedauan, serta tak lupa menaruh umpan diatasnya. Tak hanya lubang itu, dia juga memasang perangkap lainnya.

Keinginan kuat ingin memakan daging, membuat pemuda itu tidak ingin diam menunggu perangkap - perangkapnya berhasil menjebak hewan liar. Dia berkeliling mencari hewan buruan yang bisa membasahi darah anak panah dan pisaunya. Lama berkeliling akhirnya dewa memberikan ia berkah dengan mengarahkan anak panahnya pada seekor kelinci.

Nafsu makan daging pun sudah terpenuhi, alangkah bahagia pemburu muda pada malam itu. Sudah terbayang bahwa besok perangkap - perangkapnya sudah diisi dengan hewan yang bisa membahagiakan keluarganya. Perut terisi, api unggun yang menghangatkan, seketika membuat mata pemburu muda tersebut berat dan akhirnya terlelap.

***

Keesokan hari, pemuda terbangun dari mimpinya. Bergegaslah ia memanen berkah dewa yang sudah dharapkannya. Dalam perjalanan untuk menilik perangkap - perangkapnya, ia mendengar desah nafas dengan suara yang sangat keras. Setiap hela nafas makhluk itu membuat si pemuda menghentikan nafasnya. Penuh rasa ingin tahu dan sangat hati - hati, ia melangkah mendekati sumber dari bunyi menakutkan itu. Sampai akhirnya ia mendekati semak - semak yang lebat.

Keringat dingin bercucuran, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pemuda itu terbujur kaku, dengan sangat hati - hati, ia melangkah mundur dan dengan segera tanpa menimbulkan bunyi pada gerakannya, si pemburu muda menuju perangkap - perangkap yang sebelumnya dipasang. 

***

"Dimana aku? Rasanya tempat ini tak asing?" gusar pemburu muda itu. Kemudian ia menolehkan pandangan ke seluruh isi ruangan, benar saja dia sedang di rumahnya sendiri. Ia merasa seluruh badannya terasa seperti ditusuk paku, namun untuk membuktikan bahwa ia tidak berada di dunia mimpi, dengan paksaan yang kuat ia mulai menggerakkan tubuh dan menjauhi ranjang.

Dibukalah pintu dari rumah tua, sesaat kemudian terpaan matahari yang panas menerpa kulit si pemburu muda. Lalu, "Ah, kamu sudah terbangun nak, tak usah memaksakan dirimu, kembalilah beristirahat." suara dari pria tua yang sedang beristirahat.

"Ayah? ini bukan mimpi kan?" jawab pemuda lemah itu.

"Aku bersyukur kamu baik - baik saja nak" tampak wajah bahagia dari pria beruban itu. Seketika pemuda itu memeluk ayahnya disertai tangisan bahagia.

"Sudah, sudah, kembalilah istirahat. Ayah hendak mencari sesuatu. Kita bahas lagi nanti malam."

***

Pada malam harinya, api unggun mulai mengepul dari rumah tua itu. Pemburu muda yang masih merehatkan tubuhnya, terbangun karena bau yang datang dari arah dapur. Nalurinya membibing tubuhnya untuk mendekati asal muasal bau sedap itu, apa yang dilihatnya membuat ia tak kuasa menahan tangis bahagia sekaligus membawa dilema pada pikirannya.

"Ayah, itukah hasil pencarianmu tadi siang?" tanya si pemuda.

Ayahnya membalas dengan senyum hangat "Kemarilah nak, rasanya ayam ini bisa menyembuhkan sakit dibadanmu". Dengan kerendahan hati, ia melangakah menghampiri ayam bakar yang masih panas istimewa buatan ayahnya.

"Maafkan aku ayah, aku lemah" dia berkata sembari mengunyah daging ayam, tak tertahan juga air mata penyesalan yang ada pada dirinya untuk keluar.

"Tentu bukan hal biasa yang telah kau lalui di hutan itu kan?"

"Iya, aku aku aku..." seluruh badan si pemuda menjadi gemetar dan makin deras air mata yang keluar.

"Sshhhh tak usah kau paksakan, habiskan saja ayam itu" tanggap ayahnya.

"Tidak" ia berteriak. "Apa yang ada dihutan itu sangatlah mengerikan, aku melihat raksasa penuh bulu sedang mandi di kolam".

"Raksasa?"

"Iya, badannya besar dan memiliki muka yang ganas. Lantas dengan hati - hati aku menjauhinya dan bergegas melihat perangkap yang telah aku pasang. Tanpa bunyi yang mengagetkan, sampailah aku di perangkap - perangkap itu. Namun, semuanya telah dirusak, lubang perangkap sudah terisi dengan tanah, dan perangkap lainnya pun telah rusak. Mengetahui hal tersebut, aku sangat amat yakin, itu merupakan perbuatan yang dibuat raksasa berbulu itu".

"Tak peduli dengan apa yang kubawa, hanya pisau di genggaman sebagai teman untuk lari dari hutan itu sejauh mungkin dan masih melangkah dengan hati - hati. Tiba - tiba tanah terasa bergetar dan suara meraung yang menggelegar membuat aku terkejut, sontak aku lari membabi buta dan menebas semua yang ada didepanku. Dalam pikiranku adalah hanya lari sekencang mungkin menuju rumah".

"Maafkan anakmu yang lemah ini ayah" si pemuda nampak lega setelah mengeluarkan isi hati dan pikirannya.

"Sesungguhnya aku melihat kebenaran dari ucapanmu, ada baiknya kita beritahukan kepada raja Gilgamesh" tanggap orang tua beruban itu.


Note : Isi cerita sesuai dengan plot yang tertulis pada Prasasti 1 "Cerita Epic/Epos Gilgamesh"
Continue reading Cerita Epik Gilgamesh, Prasasti 1 Bagian 2 "Pemburu Muda dan Enkidu"

Cerita Epik Gilgamesh, Prasasti 1 Bagian 1 "Penindasan Gilgamesh"



Apakah engkau tak mengindahkan ucapan - ucapanku wahai Gilgamesh?

Tak ada jawaban dari Gilgamesh, bahkan perkataan dari ibunya tersebut seperti angin malam yang tak pernah dihiraukan. Ia hanya tertunduk, apa yang difikirannya adalah kesenangan apa lagi yang bisa ia capai besok. Karena tidak kuat lagi merasa waktunya dibuang oleh ibunya, Gilgamesh akhirnya dengan terpaksa mengiyakan nasehat ibunya.

Aruru tahu apa yang ada didalam hati anaknya itu. Akan tetapi dia masih percaya bahwa sifat manusia yang ada pada Gilgamesh dapat menyelamatkannya dari gerangan nafsu dewa.

***

Keesokan harinya, Gilgamesh masih terngiang - ngiang dengan mimpinya semalam. Memasang muka masam, ia berjalan menuju aula kerajaan untuk sarapan. Bahkan masakan - masakan yang tak pernah orang manapun memakannya tetap tak bisa mengembalikan ketenangan pada hati Gilgamesh.

"Aku yang sebenarnya ibu inginkan? Bukankah aku berhasil menjadikan Uruk sebagai pusat dunia?" terbesit pikiran itu dalam kepalanya. Ia kesal karena raja seluruh dunia diperlakukan layaknya anak kecil. Padahal tak ada orang manapun yang mampu melampaui apa yang telah Gilgamesh capai.

Tapi ia lupa bahwa dia pun masih manusia dan karena pemberian berkat dari Arurulah yang membuat dia menjadi Manusia - Dewa.

Menghirakan nasehat Aruru. Gilgamesh masih melakukan perbuatan - perbuatan bejatnya. Menantang dan membunuh orang tanpa alasan yang jelas, tidur dengan istri - istri orang lain, menindas dan mengambil apapun dari rakyatnya.

Aruru tentu bisa melihat situasi apa yang terjadi disudut - sudut kota Uruk dan seluruh penjuru  negeri Sumeria, tapi melihat anak polos yang ia kasihi menjadikan ia tak bisa merenggut apa yang sudah ia beri.

Sampai akhirnya, rakyat yang sudah tak kuasa menahan kepedihan dan penderitaan dari tingkah Gilgameh yang sewenang - wenang. Mereka berdoa kepada dewa - dewa supaya bencana ini dicabut dan Gilgamesh dilenyapkan dari muka bumi.

"Apakah ini raja yang seharusnya melindungi kami layaknya seorang penggembala? Ataukah ini raja yang memperlakukan kami layaknya lembu liar?" keluh rakyat kepada dewa.

Begitu nyata penderitaan yang nampak, para dewa pun sudah mendengar doa - doa meraka. Aruru
yang telah membuat Gilgamesh, maka ia juga yang harus menyelesaikannya.

***

Mulailah Aruru membentuk sosok serupa manusia dari tanah liat. kemudian dibasahi dengan ludahnya dan lahirlah seorang manusia dengan anugrah kekuatan dewa layaknya Gilgamesh, manusia itu diberi nama Enkidu.

Supaya sifat dari Enkidu terjaga dari dunia fana yang dapat melenakan setiap insan. Maka Enkidu ditempatkan jauh dari orang - orang, jauh dari kota dan desa, ia tinggal di hutan rimba bersama para hewan liar.

Aruru membuat Enkidu tampak menyedihkan, dengan tidak seperti manusia pada umumnya. Tubuhnya dipenuhi bulu dan bahkan nampak seperti hewan buas. Bukan tanpa alasan kenapa Aruru membuat ia seperti itu.


Note : Isi cerita sesuai dengan plot yang tertulis pada Prasasti 1 "Cerita Epic/Epos Gilgamesh"
  
Continue reading Cerita Epik Gilgamesh, Prasasti 1 Bagian 1 "Penindasan Gilgamesh"

Kamis, 15 Februari 2018

Pesan Dari Masa Depan

illustrasi suasana malam - shutterstock.com



“Saat seperti ini biasanya kami menonton hiburan keluarga bersama – sama, terkadang nenekmu terlambat mempersiapkan makan malam, jadi kakek sering kali kerap membantu nenek memasak, istilahnya membantu memasak hahaha”. Ayah tertawa bahagia setiap menyeritakan kenangan dengan kedua orang tuanya yang juga adalah kakek nenekku.

Terbesit tanya dalam diriku kenapa ia tertawa dengan hal yang sama sekali tidak ada sedikitpun unsur kelucuan dalam cerita itu.

Kemudian ayah melanjutkan ceramahnya “Kakek mu tak pernah sedikitpun membantu memasak secara benar, yang kulihat dia hanya bercanda dengan nenekmu dan beberapa kali mencicipi masakan saat dimasak bahkan terkadang bahan makanannya yang belum ia olah terus memenuhi mulutnya, namun nenekmu selalu memberi nasihat kepadaku bahwa jadilah anak laki – laki seperti ayahmu”.

Ayah menyeruput susu panasnya, aku pun khusyuk mendengarkan cerita tersebut sembari menelan sesendok demi sesendok bubur hangat dan telur rebus buatan ayah, tak lupa suasana hangat didepan tungku dengan kayu bakar yang masih menyala.

Sekali dua tegukan susu panas sudah meluncur ke perut ayah, kemudian ayah mulai membuka mulut kembali “pada saat itu, ayah dan Paman Wirya tidak terlalu suka dengan kakekmu, bahkan saat nenekmu memberi nasehat untuk jadi seperti kakekmu langsung ayah bantah, “ayah itu kejam”, tapi ibu menanggapinya hanya dengan senyuman”

“Memangnya kakek kejam yah? Berbanding terbalik dengan cerita Paman Wirya”.

“Kakekmu, selalu menghukum berat ayah jika terlalu sering membuang waktu, seperti bermain permainan digital, menonton video, dan bergaul dengan teman yang tidak baik. Semua teman ayah hampir semua melakukan hal yang sama, sampai saat di sekolah, pernah ayah menceritakan apa yang terjadi pada ayah saat malam hari, mereka semua tertawa dan mengejek bahwa nasib ayah terlalu jelek, mempunyai seorang ayah yang kejam, begitu juga dengan Pamanmu Wirya”. Ayah menghentikan ceritanya, dan sedikit terlihat keluar air mata yang dengan cepat ia usap.

Tapi, ekpresi muka tersebut adalah muka bahagia bukan sebuah kemarahan. Setelah beberapa seruputan susu hangat, ayah melanjutkan ceritanya “Ayah bercerita kepada semua teman sekelas, mereka tertawa karena ternyata hanya ayah yang mengalami nasib sial, terkadang ayah diikat di dekat tangga rumah, terkadang ayah digantung di tali jemuran. Tentu ayah meronta tak terima dan menangis, namun kakekmu tak bergeming dan hanya memandang serius buku ditangannya, sesekali meliriku mungkin agar ayah tak melakukan hal nekat, hanya satu malaikat yang selalu menolong ayah yakni nenekmu yang tak tahan dengan jeritanku”.

“Setiap kali ayah diselamatkan oleh nenekmu, kakekmu selalu berkata Hindan jika kamu ulangi lagi aku tambah waktu hukumanmu”.

Aku meletakkan mangkok yang sudah tidak ada isinya lagi, bubur lezat semuanya kulahap. “enak buburnya Yan?” Tanya ayah. Aku jawab dengan anggukan dan senyuman. Kemudian dia menyodorkan gelas penuh dengan  susu hangat. Kuminum perlahan – lahan. Setelah puas merasakan nikmat duniawi, aku menanggapi cerita ayah tersebut, “Kalo seperti itu apa bedanya ayahku dengan kakekku?”

Ayah tersenyum “Kamu lah bedanya, ayah memandang kakekmu itu jahat nan kejam karena dia yang selalu teguh akan kebenaran dan kebaikan. Memang tak lazim, anak – anak diperlakukan seperti itu dulu di zaman ayah. Ayah merasa menjadi anak paling tidak beruntung karena sikap ayah yang melampaui batas dengan membatasi setiap kesenanganku. Untung saja ada malaikat yakni nenekmu”

“Terpaksa ayah turuti kemauan kakekmu karena takut dihukum, setiap melanggar aturannya hukuman menjadi semakin berat. Tapi untung saja kakek tetap tahu akan hak anak untuk bermain dengan batasan ala kakek tentunya. Hari ke hari ayah turuti kemauannya, mulai pudar sosok kejam nan jahat itu”.

“Kakek sudah tidak menghukum lagi?” aku potong cerita ayah.

“Tidak, dia tetap menghukum anaknya yang bersalah. Tapi karena ayah sudah jarang melanggar aturannya, jadi jarang kena hukuman haha”. Dia tertawa sambil mengelus punggungku.

“Sampai ayahmu ini berumur delapan belas tahun tepat pada hari ulang tahun ayah. Kakekmu memberikan hadiah terbaik sepanjang hidup ayah”.

Aku semakin tertarik dengan cerita ayah karena kulihat juga bahwa wajahnya semakin bahagia saat menceritakan pada bagian tersebut.

“Kakek memberikan hadiah berupa pelukan hangat dan ciuman sembari berkata, maafkan ayahmu ini Hindan, yang telah membuatmu menderita dan mengekangmu sehingga tak seperti anak – anak lainnya. Sekarang kamu bebas bertindak sesuai keinginanmu dan memilih jalanmu sendiri tanpa ada takut bahwa ayahmu ini akan menghukum kamu”. Lanjut ayah menceritakan momen berharga dalam hidupnya.

“Tentu ayah sudah tahu maksud perkataan kakekmu tersebut, tak ada kesalahan sedikitpun dari kakekmu dalam mengajarkan kebaikan dan kebenaran sejak ayah kecil walaupun itu keras. Karena apa? Karena ayah menjadi terbiasa melakukan hal – hal baik meskipun awalnya ayah melakukannya karena takut dari hukuman kakekmu tapi lama – lama sifat baik tersebut mendarah daging dalam diri ayah. Seharusnya ayahlah yang selalu meminta maaf karena ayah selalu berbuat yang membuat kakekmu marah, tapi karena jarang sekali kakekmu meminta maaf jadi kunikmati momen tersebut haha”. Ayah tertawa lebar.

Aku tidak paham benar dengan ucapan ayah tersebut, tapi aku selalu tertarik dengan kehidupan masa kanak – kanak ayah yang penuh dengan berbagai alat main dan sering membuat ia terkena murka Sang Kakek. Walaupun aku sudah kenyang, tapi tak akan kulewatkan pisang bakar yang hampir matang. Sembari menunggu, aku bertanya “yah, video itu apa? Sama dengan peragaan boneka dari Kang Amir?”

Ayah tersenyum dan berkata “itulah tadi kenapa aku bilang, kamu berbeda dari ayah. Ayah hidup dimasa yang apabila anak kecil manapun melihatnya pasti ingin bertukar tempat. Bisa dibilang surganya anak – anak, dimanapun kami bisa bermain dengan alat canggih. Berhubungan dengan orang jauh tanpa harus menuju ke tempatnya dan tak ada lagi sosok seperti Kang Amir. Kamu pernah dipukul dia kan? Kamu menganggapnya kejam?”

“Tidak yah, Daru dan Iwan juga dipukul karena kami memang tidak hafal bacaan shalat”.

“Bagus, nanti kalo sampai ada keluhan dari Kang Amir ke ayah lagi, tiga hari berturut – turut kamu tidak akan minum susu”. Tanggap ayah.

Aku hanya diam dan mengiyakannya, toh juga tidak bisa bohong karena Kang Amir selalu bercerita ke orang tua anak – anak yang belajar dengannya tentang perilaku kami semua.

“Di masa ayah, orang seperti Kang Amir ini yang malah akan dihukum. Untung saja ayah masih memiliki Kakekmu yang kejam itu, sehingga ayah tahu bahwa dunia bukanlah surga”.

Lalu dia mengambil mangkok kosong yang telah kupakai dan berkata “pisangnya sudah matang bisa kamu angkat dan makan, setelah itu cuci kaki dan beranjak tidur”.




Continue reading Pesan Dari Masa Depan

Rabu, 04 Oktober 2017

Suatu Ketika Karma Itu


Pukul 11.36 setelah seminar tentang efisiensi pemanfaatan potensi local, bola hitam itu kembali, gelap dan kelam yang membangkitkan salah satu memori luka yang pernah kualami. Aku telah berhasil membuang bola memori hitam itu ke jurang hitam tiada ujung di dalam otakku. Namun apa daya yang kuasa memberi keajaiban untuk bola hitam kelam itu.

“Yan” terhenti minumku, aku ingat suara ini, halus dan lembut. Entah kenapa suara yang bisa meluluhkan setiap laki – laki yang mendengarnya justru membuat sakit diantara sela – sela tulang rusukku.

Aku menoleh, benar saja dia. Wanita yang tak pernah kuharapkan untuk bertemu kembali ada disampingku sekarang. Aku masih terdiam apa yang harus kukatakan hanya benci yang ada didalam hatiku, apakah aku harus lari?

“yan, kamu wayan kan?” dia bertanya kembali menegaskan apakah dia benar mengenaliku. “iya” sial benar mulut ini berucap spontan, harusnya aku mengelak saja. “kamu masih mengenaliku kan?” dia tersenyum manis, jujur saja mata sipit dan kulit putihnya memang tipeku, dia sungguh manis.

“mana mungkin aku lupa, kamu tambah cantik” jawaban ngelantur yang kuucapkan, kecantikannya telah mebutakanku. Aku harus mengakhiri ini “maaf aku harus pergi, buru – buru nih” lanjut ucapanku.

“oh iya, kamu kan orang bisnis sibuk terus” jawab indah. “hehe maaf ya” aku lihat jam di tangan kiriku agar tampak elegan dan memasang muka terburu – buru. Terus aku langkahkan kaki ini menjauh darinya sampai akhirnya tiba di parkiran, sempat terpikirkan kenapa sikapku masih saja seperti anak kecil apa yang bakal dia rasakan. Entah aku tak peduli dia juga begitu dulu..

Sambil menyetir mobil dan terjebak macet, semua kenangan masa lalu bersamanya seolah keluar, lebar dan cerah seperti nonton bareng film horror di bioskop hanya seorang diri, menakutkan! Bukan menakutkan tapi menyakitkan entah film apa yang cocok untuk keadaanku saat ini. Sampai klakson mobil dibelakangku berbunyi berulang kali dan menyadarkanku.

Sebenarnya hari itu aku tidak sibuk, aku langsung pulang ke rumah. Kunyalakan PS 4 ku, ku pilih game aksi favoritku beberapa menit bermain mungkin bisa melupakan beberapa masalah dunia. Sengaja aku matikan smartphone ku saat bermain game karena kurasa memang saat ini adalah waktu pribadiku.

Menit ke menit sampai akhirnya berjam - jam, aku sampai di bagian tersulit dalam game tersebut segala cara aku coba namun teka teki untuk mengalahkan rangkaian kapal tersebut belum bisa aku pecahkan sampai ruangan di otak kiriku terasa terbakar dan para kurcaci yang mengelola berkas di ruangan otak kiriku serasa menendang – nendang dinding tulang kepalaku. Saatnya makan, mungkin dengan itu otakku bisa tenang.

Aku pergi ke dapur dan melihat – lihat isi kulkas, ada bakso! Cocok dimasak sama mie ini. Clap proses memasak selesai, saatnya makan spagetioz ala rumahanoz yummy.

Aku membawa spagetioz ala rumahanoz ke ruang tengah dan menyalakan televisi. Serasa masih ada yang kurang, smartphone ku. Aku pergi ke kamar untuk mengambil smartphoneku, smartphone yang dingin itu aku pegang dan ku transfer kekuatan magisku sehingga smartphone itu menyala.

Sambil smartphone kembali menghirup nafasnya aku berjalan ke ruang tengah untuk menjemput spageti yang mulai  kedinginan. Aku duduk dan mentransfer beberapa suap spageti untuk kurcaci –kurcaciku yang kelaparan tadi. Akhirnya smartphone selesai menghirup nafasnya, beberapa bunyi kegirangan dari smartphoneku sudah mulai menggema.

Tumben bunyi dari facebook messenger menggema, ada tiga pesan disana yang belum kubuka karena penasaran aku menghiraukan applikasi laiinya dan mulai memencet aplikasi messenger itu. Keluar pesan “Yan, kapan kamu tidak sibuk?”  dari indah.

Apa yang harus kubalas, apakah aku harus menuruti egoku dengan mengabaikannya. Aku kesampingkan sebentar pesan tersebut dan mulai menjemput spageti, beberapa suapan spageti telah berlalu. Bisikan setan mulai datang, ada yang berbisik inilah kesempatan untuk membalas dendam setan – setan yang lain bersorak sorai mendukung penuh ide tersebut. Itu membuat mantap di hati dan segera aku balas pesan dari indah, “Malam ini”.

Setelah membalas pesan itu, ada beberapa yang mengganjal. Apakah benar dengan ini aku bisa membalas luka yang pernah kualami atau justru sebaliknya? Lalu apa yang sebaliknya? Berkutat aku dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, tidak ada kemungkinan terburuk yang bisa aku alami tidak ada yang melebihi luka ynag pernah ada dalam diriku.

Selang beberapa waktu indah membalas pesannya “bisakan ketemu langsung?” baris pertama. “kalau bener bisa mau dimana?” baris selanjutnya.

“pukul 19.30 kita bisa ketemu, kamu tahu cafĂ© kopi – kopian?” balasku.

Tak lama menunggu “tidak tahu, apa kita ketemu di cafĂ© kapean kamu pasti tahu”

Tempat itu memang terkenal dan aku pernah juga mencicipi suasananya, aku setuju dengannya. Akhirnya aku bisa melanjutkan makan sepageti dengan tenang ditemani setan – setan yang telah mengilhamiku.

Pukul 19.00 aku mandi setelah menjalankan shalat isya’. Sudah bersih mulai kuguyur badanku dengan semprotan wewangian, berpakaian kece, menata rambutku, dan mengaca “ganteng sudah diriku”. Setelah bersiap – siap pukul 19.19 aku berangkat, cafĂ© tersebut memang tak jauh dari rumahku sekitar 10 menitan kalau tidak macet.

19.35 aku sampai di parkiran cafĂ©, dari luar belum ada tanda – tanda dari dia. Aku membuka HP dengan niat untuk menghubunginya, ternyata sudah ada pesan 7 menit yang lalu “aku sudah sampai” dari indah. Sudah menjadi kebiasaanku kalau mengemudi harus tetaplah focus, yang aneh adalah dia tidak menelfon ku bukankah aku sudah telat 5 menit, mungkin sudah terbiasa dengan kebiasaan ngaret masyarakat Indonesia.

“baru saja sampai, tadi agak macet. Kamu masih disini kan?” aku jujur dalam membalas pesan ini, jalanan memang ramai apalagi waktu dinner.

“masih, lantai 2 y” Indah membalas

Dengan segera aku masuk kafe dan menuju ke lantai 2, ternyata ramai sekali banyak muda mudi sedang meikmati hidangan dan bersendau gurau. Aku toleh kekanan dan kekiri ternyata dia ada di ujung timur dekat dengan pagar depan. Pintar juda dia memilih tempat karena bisa mendapatkan view yang indah.

Aku melihatnya sedang sibuk dengan hp pintarnya, menunduk melihat dan ketak ketuk papan digital itu. Sudah menjadi pemandangan dimana – mana jadi tidak mengherankan termasuk juga diriku akan berperilaku demikian tapi bukan dengan alasan agar tidak mati gaya, aku melakukan hal tersebut juga untuk memperlebar bisnisku.

“Hi ndah, maaf telat” aku menyapanya sambil bersiap – siap untuk duduk. “eh ga papa kok, ga lama juga” dia tersenyum manis.

Ternyata dia baru memesan minuman, akhirnya kita mencari – cari menu makanan. Beberapa masakan sudah dipesan, dia memutuskan untuk memilih masakan yang sama denganku. Setelah pelayan pergi dengan semua menu pesanan kami, “bukankah aku SPB yang baik?” canda diriku.

“SPB istilah apa itu?” indah terlihat bingung. “Sales Promotion Boy, terbukti kau memilih steak yang sama karna ucapan sihir dariku” aku tertawa. Dalam waktu menunggu masakan datang, kami bertukar cerita tentang apa yang telah dialami selama 4 tahun tidak berjumpa. Kebanyakan hanya momen – momen lucu dan unik yang kuceritakan ke dia begitupun cerita dari indah.

Steak hangat dengan asap tipis yang masih mengepul juga paduan lemak dan sauce panas seperti lava dengan gelembung yang bergatian membesar dan pecah, sempurna untuk mengisi cacing –cacing kelaparan dalam perut. Tak ada yang bisa berbohong dengan kelezatannya, termasuk indah saat kutanya bagaimana pendapatnya, dia tak bisa bohong seeprti wajah saat pertama kali aku mengajak ke kedai mi ayam yang terkenal enak.

Beberapa suapan steak telah masuk, “kamu sudah punya pacar yan? Atau mungkin mau ke pelaminan?” ucapan yang tak ingin kudengar, jujur aku sudah lupa dengan rencana membalas dendam dan sekarang justru datang kembali.

“Belum dan belum” jawabku. Dia tersenyum  dan membalas jawabanku “orang sibuk sampai cewek pun ga kepikiran ya”.

“tidak, itu kelihatan luarnya saja ndah. Didalam pikiranku justru penuh dengan dia, dia yang begitu cantik, begitu baik, begitu menawan” jawabku.

Muka indah semakin berbinar dan tersenyum tipis “kamu masih ingat janji 4 tahun yang lalu”.
Kata – kata tersebut sangat menyakitkan, semua bola hitam ynag telah mengecil di otakku mulai membesar dan melahap bola – bola indah lainnya. “Janji? Banyak janji yang aku pernah katakan” aku mencoba mengelak.

“Bahwa kamu mau menikahiku kelak” jawab indah.

Inilah momen yang bisa kubuat untuk membalas dendam dan dia akan mengalami rasanya sakit yang pernah aku alami. Aku menghentikan makan, steak yang lezat tersebut berubah menjadi daging busuk tak bisa lagi aku melahapnya, ku letakkan garpu dan pisau.

Aku tertawa dan menjawab “lucu juga ya diriku yang dulu, mana mungkin aku lupa aku bukan playboy hanya sedikit wanita yang punya hubungan dekat denganku bahkan jumlah jari tanganpun sisa bila digunakan untuk menghitungnya haha”

“Jadi kau akan menepatinya?” indah menanggapi.

“Kamu sudah tahu jawabannya bahkan sebelum kita bertemu disini ndah, sudah menjadi sifatku” aku menjawab dengan senyuman. Sebenarnya aku akan melanjutkan dengan memberitahu penghianatan yang pernah ia lakukan namun tak sampai, siasat setan telah gagal.

“Aku tidak ada pacar saat ini yan, apalagi calon suami”  sambung indah

“Akulah orang munafik itu, yang tidak bisa menepati janji, maaf” entah perkataanku membuatnya sakit hati atau membenci diriku tapi itulah kenyataannya. Skema perkataan dari yang setan telah persiapkan lebih menyakitkan daripada ucapanku tadi mungkin inilah yang terbaik untuk diriku dan dirinya.

“Kamu telah berubah yan, aku menyesal dengan apa yang telah aku perbuat, janjimu itu selalu menguatkanku dan merubahku untuk menjadi lebih baik, tapi apa daya merubah hati dan pikiran orang tak semudah membalikan telapak tangan” tanggapan indah.

“Jadi kamu sudah mantapkan hati dengan dia yang baik itu?” sambung indah.

“Dia sudah menikah beberapa bulan lalu, tapi aku bahagia melihat dia bisa menemukan yang terbaik untuk dirinya, kenapa pikiranku penuh dengan dia? aku berharap kelak pasangan hidupku akan seperti dia, setiap mengingatnya aku selalu tersenyum kecil, hanya beberapa memori yang membuatku kecewa terhadap diriku sendiri karna telah mencampakkannya” ujarku.

“Kau menghianatinya?” Indah sangat tertarik dengan ceritaku

“Tidak, aku lebih memilih dirimu dulu” jawabku. Setelah mendengar jawabn terakhir itu tidak ada lagi percakapan diantara kita, Indah mulai memainkan jemarinya diatas layar digitalnya begitupun juga dengan diriku. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pulang, Indah tidak menggunakan kendaraan sendiri saat kesini. Jadi aku akan mengantarnya dan ia pun setuju. 
bersambung...
Continue reading Suatu Ketika Karma Itu

Pesan Dari Buku Kelamat



Sudah tak ada yang mendengar
Apalagi membuka dan melihatnya
Semua sibuk
Semua menuruti apa yang dunia tawarkan
Tak ayal lima pemuda yang berkorban
Cuma angka lima saja yang dikenang
Mungkin, memang sengaja ditutupi oleh tikus – tikus baru itu
Atau mungkin, kita memang telah lupa
Lucunya, tikus – tikus itu dianggap sebagai pahlawan
Banyak yang tidak tahu tentang wajah mereka yang sesungguhnya
Atau yang tahu hanya diam
Entah takut atau mungkin memang tidak bisa berbuat
Tersirat di buku
Tumbangkan sarang itu sebelum beranak pinang
Apa daya tikuslah yang menang
Hingga kini beranak pinang membuat baru sarang - sarang
Continue reading Pesan Dari Buku Kelamat

Sabtu, 20 Juni 2015

Melangkah


Melangkah


Diujung setiap langkah, debu berterbangan
Seraya meramaikan dari sebuah kehilangan
Angin berhembus mendorong kejayaan
Membuang semua kehilangan , kebingungan
Panas,
Bukan berarti aku berada di gurun gersang
Bukan berarti aku menjadi lemas tak berdaya
Tetapi itu mengeringkan semua air mata
Tetapi itu adalah pijakan yang hangat dalam neraka
Dingin,
Ya, janji itu kita buat serasa kuat dan abadi
Tak ada yang mampu membuatnya menjadi berkeping keeping
Tetapi semuanya hancur ketika kau mengebiri janji
Yang ada sekarang lihat, lihat punggung ini
Kaki itu tak akan kembali
Jauh lebih indah memandang ke atas, melihat ramainya bintang
Memanatapkan deruh kaki melewati jalan panas
Tertawa tanpa air mata yang tercurah
Selamat tinggal, aku tak akan menghentikan langkah


Tema : “janji yang dikhianati kekasih”

Continue reading Melangkah

Senin, 15 September 2014

Matinya Palapa

  Matinya Palapa

Benar kata mati itu
Mati akan rasa  mampu
Mati dengan kebebasan yang belum tersapu
Mati bahwa  sanggup untuk maju
Ya,,,,
Benar, bukan itu.
memang Sudahlah bahwa mati memang ada
memang dengan kepedulian yang hilang
memang telah pudar bulu sayap itu
Ya,,
Yang tinggal hanyalah pengais gendut
Yang tinggal hanyalah sapu yang digunakan untuk memukul
Yang tinggal hanyalah kebudayaan baru yang tak tahu menahu
Siapa kita sebenarnya, tentu bukan itu.
Tapi,,
Dari atas dia pernah melihat sebuah harapan
Harapan untuk bangkit dan menemukan kembali jati diri bangsa
Bahwa pernah ada kita di dunia, dan Berjaya
Dengan sumpahnya dengan kearifannnya
Palapa
Jati diri bangsa


Tema “Indonesia DalamKritik Sosial”

Continue reading Matinya Palapa