Sabtu, 20 April 2019

Jangan Takut Berbagi, Kamu Ga Akan Miskin



Sudah satu tahun yang lalu semenjak saya mendapatkan pelajaran dan kenangan yang tak mungkin bias saya lupakan. Masa itu adalah masa paling sulit dalam sepanjang hidup, tapi bukanlah masa paling kelam. Sekitar dua bulanan, dari Januari sampai Februari tahun lalu. Setiap harinya saya berjuang hidup dengan pendapatan sekitar lima ribu rupiah saja.

Pastilah perut kenyang jika setiap hari saya punya lima ribu rupiah di kala itu. Masalahnya, tak setiap hari saya memegang uang, dan terjadilah suatu momen yang tidak biasa dalam hidup saya, yakni empat hari tidak makan dan hanya bergantung pada minuman air galon di masjid terdekat. Sebelum kejadian ini pun, tak kalah menyedihkan pula. Kalau tidak salah sekitar empat hari sebelumnya saya masih memiliki makanan tiga bungkus mie instant, yang kala itu saya makan setengah dari isi bungkus perharinya dan adapula yang saya makan langsung isi satu bungkus perharinya karena cobaan lapar yang luar biasa. Setelah itu habis, seperti yang sudah saya beritahukan diatas, saya tidak makan empat hari.

Situasi sulit itu diperparah dengan handpone saya yang rusak, sehingga tidak bias memberi kabar pada sanak saudara. Saya pun tak berani untuk meminjam uang pada tetangga kos yang tidak kukenal, takut bahwa saya tak bisa membayarnya dengan keadaan seperti ini. Hari – hari saya isi dengan menulis dan mencari pekerjaan dari situs yang mempertemukan penawar dan pemberi jasa secara online. Sayangnya, pada hari – hari itu tidak ada tawaranku dalam menawarkan jasa yang di ambil oleh para penawar. Tapi bukan berarti saya tidak melakukan apapun, saya isi dengan menulis walau fikiran dan raga ini sudah agak kehilangan kewarasan.

Apa yang bisa membuat saya tegar dan tak nekat untuk melakukan tindakan negatif?

Saya masih memiliki harapan dan kepercayaan, kutanamkan dalam hati, “Allah Maha Bijaksana dan Maha Adil.” Dengan kepercayaan itu, justru saya merasakan kekuatan hati yang belum pernah  saya rasakan sebelum dan sesudahnya sampai saat ini. Pada saat itu, setidaknya saya masih memiliki harapan pada beberapa karya – karya tulisan saya pada blog ini yang saya ikutkan dalam kompetisi lomba blog, termasuk lomba blog dari Dompet Dhuafa, rekam jejak masih ada di blog ini. ๐Ÿ˜…

Satu per satu hasil lomba diumumkan, semua terlewat tidak ada yang berhasil saya menangkan termasuk lomba blog yang diadakan oleh Dompet Dhuafa. Sadar diri akan hal tersebut, dan setelah melihat banyak dari artikel para pemenang, memang kualitas tulisan saya belum patut untuk memperoleh kemenangan.

Pas hari keempat, setelah tidak memakan apapun. Hal tidak terduga dan suatu kabar gembira menghampiri. Saat saya buka Instagram menggunakan laptop mini saya, ada notif yang nge – tag akun saya. Setelah saya buka, ternyata admin menge – tag akun saya karena berhasil menjadi juara ketiga dalam perlombaan blog yang mereka adakan. Yang membuat momen itu terasa sangat istimewa lagi adalah, karya yang saya ikutkan lomba itu dibuat pada saat saya berjuang hidup dengan hanya setengah isi bungkus mie instant sebagai penunjangnya. Ini sungguh suatu keajaiban juga, karena pada hari itu pas hari Jumรกt saya mengadu tersedu – sedu kepada Allah SWT supaya cobaan ini diangkat karena raga dan jiwa sudah tidak kuat. Alhamdulillah akhirnya terkabulkan dan cepat prosesnya.

Memang hadiahnya tidak seberapa dan juga proses pengambilannya harus tujuh hari setelah pengumuman. Alamak, bisa mati saya nunggu segitu lama. Akhirnya dengan terpaksa saya coba menghubungi kawan melalui facebook, karena ada jaminan saya akan mendapat uang setelah tujuh hari, saya meminjam uang kepada kawan itu yang tak perlu kusebutkan nominalnya tapi cukup untuk hidup tujuh hari dengan itensitas makan satu hari sekali. Luar biasanya setelah lama tak berhubungan, beliau sangat welcome dan bahkan menawarkan pinjaman lebih dari apa yang saya minta. Namun, karena takut tidak bisa membayarnya, saya tidak mengambil tawarannya dan hanya ambil pada apa yang saya minta. Satu lagi kebaikan dari Allah SWT yang tidak ada satu manusia pun bisa menandinginya, yakni membolak – balikan suasana hati manusia.

Cukup sampai disini ya kisah sedih berdasarkan kisah nyata yang pernah saya alami. Sebenarnya masih ada lanjutannya, tapi saya kira akan saya kembangkan menjadi sebuah cerita panjang nantinya dengan genre fiksi saja, semoga bisa terealisasikan dan ada manfaatnya bagi khalayak.

Arti berbagi bagi saya?

Setelah mengalami situasi – situasi itu, jikalau saya tidak membagikan sebagian dari hasil yang telah saya usahakan. Sudah pasti saya sangat malu pada Yang Maha Pemberi, yang telah menyelamatkan saya dari berbagai kesusahan hidup di dunia. Saya juga memiliki anggapan bahwa bila kita berbagi dengan apapun tak musti materil, bisa jadi apa yang telah kita beri walau tak seberapa telah membantu menyelamatkan nyawa seseorang.

Oh iya, bukan bermaksud apa – apa. Setelah hadiah uang dari juara tiga lomba blog yang nominalnya tidak besar itu, saya sisihkan pula hak bagi mereka yang lebih membutuhkan pada saat itu. Dalam hati, “Lepaskanlah, berikanlah, karena itu bukan lah milikmu melainkan titipan dari Yang Maha Punya. Jangan jadi munafik, kemarin saat susah menangis tersedu – sedu, dan kini ada nikmat maka semua itu sirna tak berbekas, jadilah tangan perantara untuk mengusap air mata mereka yang pernah kau rasakan.”

Saya masih mengehembuskan nafas sampai saat ini dan Alhamdulillah sehat wal afiat adalah berkat karena rahmat Allah dan secara langsung berkat mereka, orang – orang yang mau berbagi dan peduli dengan yang membutuhkan. Seperti teman – teman saya yang memberi pinjaman tanpa ada batas waktu pengembalian dan beberapa bahkan tidak ingin dikembalikan. Serta beberapa pihak yang membuka kesempatan untuk orang – orang berkarya dan mengapresiasinya dengan sikap jujur.

Lambat laun doa – doaku mulai terkabulkan secara nyata di dunia ini. Mulai membaiknya segi finansial dan kesehatan, dan sebagainya. Akhirnya sampai dipertemukan dengan teman – teman kampus yang lama tak berhubungan dalam sebuah momen yang membahagiakan. Yaitu adanya kegiatan berbagi atau sedekah pada bulan Ramadhan.  

Paket sembako dan pakaian siap dibagikan
Pengecekan isi paket 

Paket dibagikan dan terlihat wajah senang dari bapaknya
Saya tahu persis tentang perasan yang ada pada bapak tersebut setelah mendapatkan rezeki yang tak diduga - duga. Terlebih lagi beliau tidak menurunkan marwah harga dirinya dengan meminta - minta kepada makhluk Allah dan tetap berjualan mainan anak - anak demi menyambung hidup. 

Fakta yang membuat saya terkejut adalah adanya penolakan dari satu atau dua orang yang akan kami beri paket tersebut. Dikarenakan mereka telah mendapat banyak sekali bantuan dari orang - orang sekitar, inilah berkah Ramadhan, banyak sekali orang - orang berlomba dalam menebar kebaikan, Subhannallah.

Namun menyikapi fakta tersebut, menurut hemat saya malah berkesan mubadzir. Ada baiknya jika dirasa ada banyak orang yang berbagi makanan, khususnya di bulan Ramadhan maka kita sikapi dengan memberi sesuatu yang lebih bermanfaat, misal : pakaian, selimut, atau bisa juga uang langsung. Bisa juga melakukan donasi ke berbagai tempat yang memang mengurusi bidang kemanusiaan, seperti Dompet Dhuafa, BMT yang sudah ada dimana - mana, Dinsos, dan sebagainya. Supaya manfaatnya lebih dirasakan oleh khalayak luas.

Semoga apa yang saya ceritakan kali ini bisa bermanfaat bagi pembaca dalam menyikapi hiruk pikuk kehidupan dunia ini. Berbagi itu tidak membuatmu miskin, seperti apa yang telah disabdakan Nabi Muhammad SAW. Malahan hati kita akan makin kaya, maka dari itu jangan takut untuk berbagi.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”




Continue reading Jangan Takut Berbagi, Kamu Ga Akan Miskin
,

Paduka Raja yang Bijaksana



Apa kabar teman? Pastinya baik – baik saja yaa kan. Rumah kalo kotor dan tak terawat rasanya bikin risih dan bahkan horror ya, seperti blog ini yang tak terawat membuat mata batin ini perih dan penat di kepala.

Setelah beberapa bulan tak ku update blog yang sepi pengunjung ini, akhirnya saya ada waktu, eh bukan waktu sih tapi aku berhasil mengalahkan rasa malasku. Semua kejadian, pemandangan, suasana, dan ironi kehidupan di dunia ini aku tampung pada otakku sendiri yang kapasitasnya tak seberapa dan barang kali beberapa momen menarik sudah hilang dari ingatan. Oleh karena desakan itu pula, mau tidak mau harus ku abadikan melalui coretan fisik maupun digital.

Oke tak perlu lama – lama basa – basi nya. Karena saya adalah warga Indonesia yang baik hati, diantaranya adalah sudah membayar aneka bill untuk negara yang selalu lunas dan berbagai kewajiban yang harus dijalani, jadi jangan ngejudge siapa yang paling Indonesia ya.

Loh itu yang akan dibahas? Kok berat ya topiknya?

Bukan itu kok yang akan dibahas dan lagi kalo dibahas itu bukan topik yang berat juga kok, setelah ribuan tahun kita ber – manusia masih menganggap kebangsaan adalah hal yang berat untuk dibahas? Kalau politik iya, karena perdebatan itu tak akan ada ujungnya semakin di gosok semakin mengangkat gairah nafsu yang lebih besar. Maka kesampingkanlah hal kebangsaan dari perpolitikan, maka tak bakal ada yang berkata “Saya Lebih Indonesia”. Menurut hemat saya warga Indonesia adalah mereka yang menunaikan kewajibannya sebagai warga negara dan mentaati peraturan yang telah disepakati.

Namun negara tak berhak untuk mengekang pikiran manusia dalam bereksplorasi dan berekspresi dalam menemukan jati diri masing – masing individu. Sayangnya beberapa kelompok menekankan konsep kebangsaan dengan sikap yang militant dan tak toleran. Apa salahnya sih belajar niaga dengan konsep tiongkok? Belajar disiplin dengan konsep Jerman People? Belajar gigih dengan konsep orang Jepang? Belajar ikhlas dengan konsep Middle East People? Belajar rendah hati dengan konsep orang Pakistan? Belajar hidup sederhana dengan konsep orang papua? Belajar ramah tamah dengan konsep orang jawa? Dan sebagainya. Adakah hal tersebut akan merusak tatanan hidup bangsa Indonesia?

Itulah beberapa pertanyaan yang sering terngiang dalam pikir yang belum ku temukan jawabannya.
Kamu itu sahabat gurun, kamu itu antek cina, dan lain – lain. Saya sangat risih dengan perkataan – perkataan itu, yang kemarin hampir setiap hari aku lihat perdebatan politik para netizen di media sosial.

Untungnya dan seharusnya perdebatan tak menambah ilmu dan makna itu telah usai setelah tanggal 17 april 2019 yang selama ini aku nanti – natikan, ternyata tak dating juga hadeeh. Oh iya kalian tidak golput kan kemarin? Golput juga ga papa sih. ๐Ÿ˜

Bahkan setelah hari pencoblosan telah berlalu, perdebatan siapa yang harus menang dan kenapa malah makin menjadi – jadi. Mungkin orang – orang yang ubun – ubunnya panas ini telah mengeluarkan pundi – pundi rupiah dari uang pribadi dan bukannya uang negara kali ya, sehingga mereka jadi pusing tujuh keliling melihat hasil quick count tidak memihak mereka. Yang menambah muak lagi adalah sikap rakyat biasa yang tak kecipratan apa – apa dari pesta “demokrasi?” ini yang seperti cacing kepanasan membela junjunganya.

Harusnya kan, bagi kita ini yang bukan pengurus partai, caleg, capres dan cawapres, timses, dan sebagainya yang kecipratan rupiah dari pesta demokrasi, tunjukan bahwa kita rakyat yang baik. Dengan apa? Dengan memaksimalkan usaha baik untuk memenuhi kewajiban kita sebagai warga negara. Udah itu aja.

Tapi kan kalau kita salah memilih pemimpin yang ada kita akan di dzalimi.

Konsep dzalim macam apa yang kau katakan itu Paijo?

Kelaparan? Saya sendiri pernah tidak makan empat hari karena tidak ada uang, apakah negara hadir disaat kesusahan itu, TIDAK! Namun saya tak pernah sekalipun menganggap negara dan pemimpinnya telah dzalim kepadaku. Saya baru merasa terdzalimi saat Ketua Wakil Rakyat korupsi triliunan rupiah hanya dihukum seperti maling televisi. Rasa terdzalimi itu tak terobati bahkan dengan pesta demokrasi kemarin, karena tak ada satu kandidat pun baik caleg dan caeks yang berjanji untuk merubah konstitusi itu. Maka dari itu saya hanya berfikiran siapapun pemimpinnya, saya sendiri akan berusaha menjadi rakyat yang selalu baik.

 Kenapa saya tekankan bahwa keberhasilan negara dalam mengelola sumber dayanya berakar pada adilnya penguasa mengurusi dalam bidang kehukuman?

Oke, mari kita simak cerita fiksi dari Kahlil Gibran yang berjudul "Paduka Raja yang Bijaksana".

Paduka Raja yang Bijaksana


Rakyat kerajaan Sardik berkumpul mengelilingi istana sambil meneriakan rasa ketidakpuasan terhadap Sang Raja. Dan raja melangkah keluar dari istananya dengan mahkota di tangan kanan dan tongkat di tangan kiri. Rakyat yang mengetahui kedatangan raja dengan segala kewibawaannya menjadi terdiam. Sambil menatap seluruh rakyatnya, raja berkata, “Teman – temanku, yang tidak lagi menjadi rakyatku, kuserahkan mahkota dan tongkat ini pada kalian, aku akan menjadi salah seorang dari kalian. Aku hanyalah seorang manusia biasa seperti kalian. Dan sebagai manusia aku akan bekerja bersama kalian untuk membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Mulai saat ini kita tidak memerlukan seorang raja. Mari kita ke sawah dan ladang, bekerja saling membantu. Tunjukkanlah padaku ladang atau sawah mana aku harus pergi bekerja. Sekarang kalian semua adalah raja.”

Mendengar kata – kata raja, semua orang tercengang, suasana menjadi sunyi senyap. Raja yang mereka anggap sebagai sumber permasalahan kini telah menyerahkan mahkota dan tongkatnya kepada mereka, dan menjadi rakyat biasa seperti mereka.

Lantas mereka mulai beranjak pergi dan sang raja berjalang dengan seorang laki – laki menuju ke lading. Namun ternyata tanpa kepemimpinan seorang raja, Kerajaan Sardik tidak menjadi lebih baik, dan kabut kesengsaraan tetap menggelayuti mereka. Orang – orang berteriak di pasar dengan satu suara, “Kita harus punya raja lagi.”

Lalu mereka pergi mencari Sang Raja dan menemukannya sedang membajak sawah. Mereka membawa Sang Raja kembali ke istana, menduduki singgasananya, dan mengembalikan mahkota serta tongkat kerajaan.

Mereka berkata, “Sekarang perintahlah kami dengan kebijaksanaan dan keadilan.” Sang raja berkata, “ Aku akan memerintah kalian dengan bijak dan semoga dewa di langit dan bumi membantuku, sehingga aku juga dapat memerintah dengan adil.”

Suatu saat, menghadap beberapa orang, pria dan wanita. Mereka mengadukan perlakuan majikannya yang menganiaya mereka. Majikan itu telah memperlakukan mereka sebagai budak. Seketika sang raja memanggil majikam itu untuk menghadap.

Pada majikan yang dzalim itu raja berkata, “Dalam pandangan Tuhan, hidup seseorang sama berat dengan hidup orang lain. Dan karena engkau tidak bisa menilai betapa beratnya kehidupan orang – orang yang bekerja di sawah dan lading itu, maka engkau harus dihukum. Engkau harus meninggalkan kerajaan Sardik untuk selama – lamanya.”

Pada hari berikutnya datinglah sekelompok orang yang mengadukan kekejaman seorang bangsawan wanita yang tinggal di balik bukit. Wanita itu telah membuat mereka merana dan menderita.
Segera si bangsawan wanita diseret ke pengadilan dan sang raja menghukumnya. Sang raja berkata, “Mereka yang menggarap sawah dan lading kita, lebih terhormat daripada kita. Kita memakan roti yang mereka persiapkan dan minum anggur yang mereka peras. Dan karena kau tidak tahu itu, kau harus meninggalkan tanahmu dan pergi dari kerajaan ini.”

Lalu datanglah seorang pria dan wanita, mengadukan seorang pendeta yang telah menyuruh mereka membawa batu – batu ke gereja, tanpa memberi imbalan. Padahal mereka tahu peti besi pendeta penuh dengan uang emas dan perak, sedangkan mereka sendiri kelaparan.

Sang raja segera memanggil pendeta itu. Setelah pendeta bersimpuh dihadapannya, raja berkata, “Tanda salib engkau kenakan di jubahmu seharusnya mempunyai makna, bahwa engkau siap membaktikan hidup pada setiap manusia. Tapi engkau telah merenggut kehidupan orang lain tanpa memberi imbalan apapun. Karena itu engkau harus meninggalkan kerajaan ini dan jangan kembali lagi.”

Begitulah, setiap hari selalu ada saja orang – orang yang mengadukan nasib mereka. Dan tiap hari selalu penduharka yang diusir dari kerajaan. Sehingga rakyat kerajaan Sadik merasakan kedamaian di hati mereka.

Suatu hari rakyat kerajaan Sardik , tua muda, laki – laki perempuan, dating berhimpun didepan gerbang istana. Mereka memanggil – manggil sang raja. Maka keluarlah sang raja membawa mahkota di tanngan kanan dan mahkota di tangan kiri. Raja berseru kepada mereka, “Sekarang apalagi yang akan kalian tuntut padaku? Lihatlah, akan aku serahkan kembali kepada kalian, apa yang dulu kalian percayakan kepadaku.”

Namun mereka berteriak, “Tidak, tidak. Kau adalah raja yang baik. Tuan telah membuat kerajaan menjadi bersih dari para penjahat, dan tuan telah menyingkirkan serigala – serigala yang menyeringai didepan kami. Kami dating kemari untuk menyanyikan lagu pujian dan terima kasih untukmu. Mahkota adalah milikmu dalam segala kemuliaan dan tongkat adalah milikmu dalam segala kejayaan.

Sang raja berkata. “Teman – teman, bukan aku. Kalian semua adalah raja. Ketika kalian menganggapku lemah dan tidak bisa memerintah dengan baik, sebenarnya kalian sendirilah yang lemah dan menyalahgunakan kekuasaan. Dan sekarang kerajaan menjadi sejahtera itu karena kehendak kalian. Tidak ada seorang pemimpin pun yang mampu memerintah dengan baik, jika yang dipimpin tidak mau mengatur dirinya sendiri.”

Selesai berkata, sang raja masuk kembali ke dalam istananya dengan membawa mahkota dan rasa puas. Muncul keyakinan dalam diri mereka, bahwa diri mereka adalah seorang raja yang membawa mahkota di tangan kanan dan tongkat di tangan kiri.

Nah dari karangan fiksi cerita pendek tersebut, kayaknya sih mewakili benat hati semua orang ya. Kita yang sebagai rakyat biasa menginginkan keadilan dalam bidang hukum yang terwujud jika ada pemimpin bijak yang siap mengeksekusi konstitusi tersebut tanpa pandang bulu, mau itu bangsawan, mau itu petani, law is law.


SALAM INDONESIA DAMAI ๐Ÿ˜€๐Ÿ˜Š



Continue reading Paduka Raja yang Bijaksana