Jumat, 21 September 2018

Ngapain Jauh - Jauh Ke Afrika, Baluran Dulu Aja

Taman Nasional Baluran
Baluran - Itulah kata iklan dari kawan yang berdomisili di Jember agar kami mengunjungi tempat tinggalnya. Apa itu Baluran?

Kata temenku dengan julukannya Si Mbah, Baluran adalah tempat yang awesome dan pasti belum pernah kami lihat. Si Mbah mendeskripsikan bahwa Baluran adalah tempat yang memiliki padang rumput luas dengan aneka hewan liar yang masih terjaga dan ultimate-nya adalah pantai disana yang sangat elok karena belum banyak terjamah oleh tangan nakal manusia.

Pada era ini omongan belaka tentu memberi kesan melebih - lebih kan atau bahkan bohong jika tanpa disertai bukti seperti foto atau video, mungkin karena kesal oleh sikap saya yang "seakan" tak percaya dengan perkataan Si Mbah. Kemudian Si Mbah mengeluarkan smartphonenya dan langsung membuka aplikasi google yang diisi dengan kata Baluran pada kolom pencariannya. Muncullah pelbagai artikel dan foto yang ada. Hasilnya, terdapat beberapa foto yang amazing, seperti pantai biru yang sangat asri, padang rumput keemasan yang indah, aneka pohon aneh yang belum pernah dilihat, dan lainnya. Bukti tersebut agaknya menggugah rasa penasaran saya untuk mengunjungi tempat eksotis itu.

Akhirnya dengan desakan Si Mbah yang rasanya sangat ingin menunjukan surga dunia ini ke kami, malam itu juga kami membahasnya. Di tempat makan malam biasa, warung penyetan dengan lahan lesehan yang luas, sambal yang sangat "jos gandos", dan yang paling penting adalah bersabat dengan dompet mahasiswa. Setidaknya ada 8 orang yang dinner dan ikut membahas pada malam itu, terjadi berbagai bentrok untuk menentukan jadwal berangkat. Bukan karena adanya tiket atau akomodasi lainnya, namun karena ketidaksetaraan perekonomian yang kami miliki sehingga ada yang harus mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk kesana yang pastinya harga tertentu "bisa jadi" murah bagi seseorang dan sebaliknya.

Karena ini adalah idenya Si Mbah, dia juga pula yang memberikan solusi. Semua akomodasi di Jember dan sekitarnya sampai ke Baluran akan ditanggung/dibantu olehnya, kami hanya perlu mengeluarkan biaya transport dari Jogja ke Jember. Edan ga tuh? Semoga kebaikan Si Mbah dibalas lebih oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Amin...

Oh iya julukan Si Mbah ini lahir bukan karena dia yang paling tua, dia teman seangkatan kami, namun karena kepintaran dan kebijakannya yang selalu membantu teman lainnya, makanya muncul julukan Si Mbah (orang yang mengayomi).

Back to topic, sekedar informasi bahwa jalan - jalan ke Baluran bukanlah liburan yang murah (maklumlah kami masih mahasiswa). Dari berbagai biro perjalanan, untuk bisa menikmati keindahan alam Taman Nasional Baluran diperlukan biaya paling murah sekitar Rp. 750.000 - Rp 850.000, itupun jika jumlah peserta lebih dari 5. Untuk versi bebas alias backpacker sudah banyak di google, versi yang saya ceritakan ini juga termasuk backpacker tapi a litle different, penasaran? Inilah cerita kami!

Perjalanan dari Yogyakarta ke Jember

Otw Jember :)

Sekali lagi terima kasih untuk Si Mbah sehingga pengalaman unik dan indah ini bisa kami rasakan. Sudah disepakati bahwa untuk menuju Taman Nasional Baluran akan melalui jalur Jember sebagai meeting point (rumahnya Si Mbah). Jadi kami memutuskan untuk menggunakan kereta sebagai sarana transportasi dari Jogja ke Jember. Tentu keretanya harus yang paling murah gitu, dan terpilihlah kereta Logawa kasta ekonomi dengan harga tiket Rp. 75.000 per orang (data Agustus 2017).

Main PES On Train? wkwkw

Pukul 07:00 kami berdelapan naik kereta dan siap berangkat dari Stasiun Lempuyangan. Seperti yang ada pada bayangan, kursi ekonomi cukup menyebalkan karena terlalu tegak sehingga kurang nyaman untuk jadi sandaran ke alam lain alias tidur. Yah ada harga ada rupa. Untung saja Hargimin punya celah untuk memecah kebosanan yakni dengan laptopnya yang sudah terisi game PES/ game sepakbola dimainkan di kereta dan membantu mengusir rasa kantuk. Selang beberapa jam, kereta transit di Stasiun Watu Kukul. Di stasiun ini pasukan wani perih bertambah lagi, ada teman yang bernama Sido memang bertempat tinggal di Madiun dan sebelumnya memutuskan untuk ikut kami dari Madiun saja. Sido membawa makanan baru yang belum pernah kami jumpai, namanya adalah Sego Jotos Khas Madiun.

Menunggu kereta reload air, enaknya pose dulu (yang baju item pelawak stand up comedy kondang di Jogja lho)

Beberapa kali kereta melakukan transit di stasiun, bahkan sampai ke Surabaya dengan nama Stasiun Gubeng. Di stasiun ini kereta melakukan pengisian ulang air dan naik/turun penumpang of course. Proses perjalanan kereta dan lika likunya yang memberi berbagai memori untuk kami, akhirnya harus berhenti di Stasiun Tanggu di Jember.

Sampai di Stasiun Tanggul, maaf kualitas foto kurang bagus karena fotografernya beda jalur 
Jam menunjukan pukul 19:00 saat kami tiba di Stasiun Tanggul, Si Mbah (Our Hero) sudah menanti dengan mobil yang khusus disiapkan untuk menjemput kami bersembilan. Tempat Si Mbah ini juga sangat menetramkan, terletak di desa dengan banyak pohon sana - sini yang menyejukan hati. Sesampai di rumahnya, ada yang memutuskan untuk beristirahat dan adapula yang keliling menikmati segarnya udara pedesaan.Pada malam hari ada satu teman yang bimbang akhirnya tiba di Jember menggunakan Bis, sebut saja Lutfan dan ini juga anugrah buat kami karena dia ahli foto alias tukang fotografer yang punya kamera bagus sendiri.

Hari selanjutnya, energi sudah tercover. Tapi kami tidak langsung pergi ke Taman Nasional Baluran, melainkan mengunjungi beberapa destinasi wisata di Jember dahulu. Untuk menyegarkan badan, Si Mbah merekomendasikan supaya kami berenang di Umbul Ponggok. Tempatnya enak, luas sehingga yang senang berenang bisa berekspresi sesuka hati.

Teluk Love Guys!! sayang cuaca tak bersahabat
Menjelang sore, setelah asyik berenang dan badan kembali segar. Untuk menenangkan pikiran, Si Mbah mengajak kami ke Teluk Love. Dari namanya sih kedengarannya bagus, mungkin kalian terlintas bayangan adanya pasir putih dan deburan ombak bersahabat yang membawa air biru nan indah, sehingga sangat cocok untuk menuai kasih sayang ke pasangan, wadaw bahasanya haha... Tapi kenyataannya adalah pantainya berpasir hitam dan kebetulan gelombang sedang tinggi, yang ada malah takut untuk mendekati air. Tapi sunsetnya boleh juga, bisa relaxing pikiran.

Its Time to go to Baluran!!!

Beneran kasihan mobilnya
Next day, semua perbekalan sudah masuk ke mobil Carry. Yah satu mobil Carry untuk 11 orang, dengan komposisi 2 orang di depan, 3 orang di tengah, dan 4 lainnya lesehan/berdimpitan di belakang, gapapa berdesak - desakan yang penting HAPPY!!!

Dengan mobil yang terbebani itu, dibutuhkan kurang lebih 4 jam waktu tempuh perjalanan dari Kota Jember ke Taman Nasional Baluran. Kondisi jalan sudah bagus dengan suasana yang menyenangkan, yakni jalan yang dibuat dekat pantai atau laut sehingga pemandangan luar mobil tampak indah. Pada saat mendekati gerbang masuk Taman Nasional Baluran, banyak dijumpai monyet di pinggiran jalan. Tiket untuk masuk ke Taman Nasional Baluran seharga Rp. 7.000 per orang (data Agustus 2017).

Setelah semua transaksi dan pendataan selesai, kami melanjutkan perjalanan. Sayangnya kondisi jalan setelah melewati gerbang sudah rusak. Aspalnya sudah mengelupas dan batu - batu yang menjadi dasar jalan juga terlihat, pengalaman yang kurang menyenangkan. Namun kekurangan itu sedikit terobati dengan fenomena sepanjang jalan, banyak hewan liar yang beraktivitas seperti merak, ayam hutan, burung endemik, dan monyet. Ditambah pepohonan dipinggir jalan yang menyatu dengan pohon yang bersebrangan dan membentuk seperti lorong hijau dari pohon - pohon rimbun atau lebih dikenal dengan nama Evergreen. Sekitar 12 km jalan jelek ini menjadi satu - satunya pilihan dari gerbang sampai ke padang savana.

Savana di Pos Bekol
Sesampainya di padang savana, memang tak salah berbagai artikel yang memberikan sebutan bahwa Baluran nampak seperti padang savana di Afrika. Sejauh mata memandang, mata kami dimanjakan dengan warna cerah keemasan dari rumput - rumput yang mengering. Memang tampak seperti yang ada pada film dokumenter tentang kehidupan alam liar di Afrika, bedanya disini tidak ada singa, heyna, atau yang lainnya. Sesekali nampak hewan liar seperti banteng, monyet, merak, dan rusa yang sedang berusaha dan menikmati hidup mereka. Sungguh pengalaman yang tiada duanya.

Beberapa menit melintasi padang savana, akhirnya kami sampai di pos pertama Taman Nasional Baluran yakni Pos Bekol. Pos ini juga masih terletak dalam hamparan padang rumput. Di Pos Bekol terdapat penginapan cukup bagus dengan fasilitas yang memadai, penginapan itu dibandrol dengan harga berkisar Rp. 200.000 - Rp. 400.000. Pos Bekol ini menjadi pilihan untuk siapa saja yang tiba terlambat alias kesorean di Taman Nasional Baluran, karena kita tidak diperbolehkan untuk berjalan baik jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan pada malam hari. Jadi, otomatis yang tiba kesorean harus stay satu malam dulu di Pos Bekol, dengan adanya penginapan tersebut tentu akan sangat membantu.

Karena kami tiba di Baluran pada siang hari, kami bisa melanjutkan  ke Pos Bama atau Pos 2. Hamparan padang rumput yang kemuning, rusa - rusa berlarian dan sesekali memandang ke kami, langit yang kebiruan, burung merak yang melebur dalam tingginya rumput sehingga memberi warna meriah, dan angin semilir yang masuk melalui jendela mobil yang terbuka. What a moment tak mungkin ada di kota pastinya. Namun semua itu buyar ketika jalan tanah berbatu itu seperti memarahi kami.

Mengawal mobil yang terluka kembali ke Pos Bekol
Kondisi jalan menuju Pos Bama semakin jelek saja, jalannya terbuat dari bebatuan yang tidak tertata seperti kacang pada permen gula kacang. Naas, karena kurang fokusnya pengemudi kami. Ada batu  di tengah jalan yang mengonggok dan menghantam radiator mobil. Kebocoran yang ada pada radiator membuat kami tak bisa meneruskan perjalanan dan tidak bisa pula untuk kembali. Untung saja ada Ranger yang berpatroli dan bersedia membantu kami. Masalah radiator bisa diatasi walau tak sepenuhnya pulih, kemudian ranger menyarankan kami untuk kembali ke Pos Bekol saja. Mobil belum bisa beroprasi sepenuhnya, sehingga hanya driver saja yang menaikinya dan lainnya berjalan didepan mobil sampai ke Pos Bekol sambil masing - masing memegang kayu sebagai alat pertahanan. Ranger - nya menakut - nakuti kami, ia berkata bahwa di Baluran ini masih ada hewan buas sejenis macan, entah pernyataannya benar atau tidak.

Peristiwa tersebut tentu membuyarkan itenerary atau rencana perjalanan yang ada. Tuhan memang maha kuasa, dibalik kesulitan pasti ada hikmah tersendiri. Saat berjalan dan sesekali memandang ke atas, langit terlihat seperti dilukis dengan tingkat seni tiada tara. Bintang - bintang gemerlap terlihat jelas tak ada kabut, pemandangan ini ada bahkan saat sampai di Pos Bekol dan terus ada sampai matahari terbit. Nah, disini kenapa saat ke Baluran harus disiapkan perbekalan yang sesuai dengan porsi kita atau jangan nanggung. Di Pos Bekol tidak ada warung, untung saja bekal makanan kami sangat banyak. Tinggal menggelar tikar, kemudian menata makanan, dan melindungi makanan dari serangan monyet - monyet, maka lahirlah restoran bintang 100. Kenapa bintang 100? karena atap tempat makan kita dihiasi bintang - bintang asli yang jumlahnya sangat banyak.

Walaupun di Pos Bekol sudah ada penginapan, itu diluar opsi kami. Cuaca yang mendukung, kami rebahkan tubuh dimana saja, diatas tikar, di posko, dan di mobil ditemani dengan suara alam (suara rusa, monyet, angin, dan sebagainya). Mungkin karena lelah menghampiri apapun alasnya mata bisa terpejam.


Saat fajar tiba, latar sunrisenya sangat luar biasa walau masih di Pos Bekol.






Mobil yang tidak bisa memberikan peforma maksimal lagi, memaksa kami bersebelas untuk berjalan kaki menuju destinasi selanjutnya yakni Pantai Bama dan Hutan Bakau. Sebenarnya masih ada destinasi lagi dalam rencana yang ingin dikunjungi yaitu Gunung Ijen, katanya Kawah Ijen memiliki api abadi berwarna biru. Awesome banget ga tuh? Tapi apa daya kena musibah.





Dari Pos Bekol menuju Pantai Bama memiliki jarak tempuh yang lumayan jauh, berkisar antara 5 - 7 km dan itu kami harus menempuhnya dengan jalan kaki. Langkah kaki ini serasa tak terbebani karena teman - teman pintar sekali bercanda sehingga menimbulkan tawa yang bisa mengusir rasa penat. Selain itu pemandangan latar Gunung Balur, padang savana, langit biru cerah, dan aneka satwa yang ada memberikan kesan yang luar biasa mendamaikan.

Setelah memakan waktu kurang lebih 30 menit jalan kaki, deruan angin pantai sudah mulai menghembus ke wajah. Pantai Bama ini persis seperti dengan apa yang ada di foto google dan cerita dari Si Mbah. Air birunya begitu jernih, ombak yang bersahabat, pasirnya putih, dan ada pula pohon endemik dikombinasi dengan birunya langit yang cerah, pasti akan membius mata siapa saja yang melihatnya dan menggugah badan agar segera berenang disana.





Oleh karena berenang di Pantai Bama bukan termasuk dalam rencana perjalanan, kami tidak menyiapkan pakai ganti renang. Alhasil kami hanya bisa menikmati karya Tuhan tersebut dengan kedipan mata dan jepretan kamera. Ada spot rekomendasi untuk berfoto di Pantai Bama, yaitu sekitar papan penyambutan, area pohon - pohon endemik, dan ayunan yang tergantung di pohon.

Agak menyesal sih tidak berenang di Pantai Bama. Matahari semakin meninggi, suasana pantai makin panas. Kemudian kami memutuskan untuk pergi ke spot selanjutnya yaitu Dermaga Mangrove.

Dermaga Mangrove adalah kawasan hutan bakau yang dilindungi (termasuk cagar alam). Bagi yang belum pernah melihat langsung rupa dari untaian pohon - pohon bakau, spot ini sangat recomended dan pastinya instagramable buat foto - foto disini. Destinasi wisata ini walau spot atractive - nya hanya terdiri dari hutan bakau, tapi tidak membosankan. Karena perjalanan menuju ke "dermaganya" laksana melewati lorong dari pantai ke laut. Jackpotnya sih view lautan luas di ujung jalan yang terbuat dari beton dan kayu itu.





Dirasa puas telah memanjakan mata dan mengisi memori kamera, kami memutuskan untuk pulang. Pukul 13.30 kami tiba kembali di Pos Bekol, kemudian sedikit membenahi kerusakan mobil. Asal bisa jalan saja sudah senang. Untungnya, mobil tersebut lancar digunakan untuk kembali ke Jember meskipun beberapa kali harus isi ulang air radiator.

Diatas semua kesialan dan kesusahan yang kami alami, serasa tak begitu berat karena adanya kebersamaan selama perjalanan bersama kawan - kawan dan pemandangan alam yang spektakuler turut menghilangkan rasa kesal, letih, penat ini. Overall its worthed to visit Baluran, whatever the path you choose. ☺

Note : cara yang kami tempuh ke Baluran diatas tidak direkomendasikan ya, kecuali kalian ada teman di Jember (ambil yang baik, perbaiki yang buruk) hehe

Artikel ini diikut sertakan dalam lomba blog yang diadakan oleh  automo.id.



0 Komentar:

Posting Komentar