Dalam kesempatan kali ini, tanpa mengurangi rasa hormat dan saling menghargai antar sesama manusia dan khususnya warga Indonesia. Saya akan menuliskan beberapa curahan hati dalam melihat kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
Seakan - akan kita tak pernah belajar dari sejarah, satu pesan dari salah satu pendiri negara ini yakni Ir. Soekarno "Jangan Pernah Sekali - kali Melupakan Sejarah (Jasmerah)". Hari demi hari kita disibukan dengan panggung perebutan kekuasaan dan melegalkan segala cara sampai akhirnya adanya tren HOAX yang susah dibendung. Mengancam ketentraman dan juga membodohkan dalam kehidupan masyarakat.
Namun selain hoax yang meresahkan, ada yang jauh lebih berbahaya dan mematikan yaitu "Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme". Kenapa mematikan? Perampasan hak - hak orang banyak tersebut bersinambung antara orang yang satu dengan yang lain.
Bukankah?
Soekarno dan KKN - nya menyebabkan adanya peristiwa berdarah yakni G30SPKI, Soeharto dengan kerakusannya menyebabkan Indonesia jatuh pada tahun 1998.
Kedua peristiwa menyakitkan yang sudah dialami Indonesia tersebut bisa terulang kembali, karena generasi saat ini terutama yang mempunyai hak kekuasaan mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak belajar dari sejarah. Bahkan pencetus "Jasmerah" pun lupa dengan apa yang ia pernah ucapkan. Tapi akhirnya dia sadar dan merelakan Indonesia diserahkan pada generasi berikutnya, padahal dia bisa untuk melawan ABRI yang menentangnya.
Lalu, orang sekaliber Soekarno bisa khilaf, apalagi kita?
Soekarno adalah seorang manusia biasa, apa yang baik kita ambil dan apa yang salah kita jadikan pelajaran agar tidak mengulanginya.
Ada salah satu contoh pemimpin dahulu di jazirah Arab yang bernama Sayiddina Umar bin Khatab. Sebelum menjadi pemimpin, dia adalah seorang pedagang dengan kehidupan berkecukupan. Singkat cerita awalnya dia menolak ditawari untuk menjadi pemimpin, karena pemimpin mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dan harus adil.
Saat menjadi pemimpin, dia tinggalkan bisnisnya dan hanya meminta bantuan hidup atau bahasa sekarang gaji yang tidak banyak (tidak membuatnya kaya). Cukup makanan dan pakaian yang jauh dari kata banyak apalagi mewah, tidak seperti raja - raja di masanya. Tentu tidak ada praktik KKN dalam diri Umar, dan tentunya hal tersebut membawa keadilan dalam tengah - tengah masyarakat.
Memang, hal tersebut atau dalam islam disebut zuhud adalah hal yang sangat sulit, saya pun tak akan sanggup terlebih kalau ada tanggungan untuk keluarga. Apabila saya bisa zuhud, belum tentu juga keluarga saya bisa menerimanya. Itulah tingkatan tertinggi jiwa seseorang yang sangat pantas menjadi pemimpin dengan memiskinkan (miskin harta) dirinya dan mendahulukan rakyatnya.
Adakah pemimpin Indonesia yang seperti itu?
Ada dan mungkin banyak, salah satunya adalah drs. Mohammad Hatta. Kita semua tahu siapa dia, Wakil Presiden pertama Indonesia, pendamping sang ploklamator, salah satu bapak pendiri bangsa Indonesia.
Pria yang lahir di Bukit Tinggi, Sumatra Utara pada tanggal 12 Agustus 1902 tersebut, memang sedari kecil didik agar memiliki akhlak yang baik (pendidikan akhlak ini, menurut saya yang harus paling ditekankan pada masa anak - anak, dari SD s/d SMP , just opinion) Beliau dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat menjalankan agama islam. Kakeknya yakni Abdurahman Batuhampar adalah seorang ulama sekaligus pendiri surau Batuhampar
Saya yakin, agama - agama yang diakui di Indonesia. Pada dasarnya mengajarkan kebaikan dan menentang kejahatan. Sayangnya, pendidikan sekolah pada masa anak - anak dari TK s/d SMP saat ini, terutama negeri kebanyakan mengesampingkan pendidikan karakter yang banyak diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah mereka lulus.
Padahal menurut pandangan Mohammad Hatta :
Kurang cerdas dapat dihilangkan dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu susah untuk diperbaiki.
Seperti yang sudah kita ketahui, masa muda Bung Hatta tidaklah lagi dalam lingkungan agamis. Namun bekal akhlak yang baik dari ilmu agama masih sangat melekat pada dirinya. Hatta sangat tertarik dengan dunia ekonomi dan aktif menjadi bendahara pada organisasi serikat usaha, bahkan ia menolak untuk kuliah di Al - Azhar (mungkin karena pandangan beliau yang sangat nasionalis).
Singkat cerita beliau memilih kuliah di belanda dan aktif di organisasi yang mengancam kedudukan kolonialisme Belanda di Indonesia. Ancaman dan pengaruh buruk bagi Belanda tersebut, membuat Bung Hatta harus merasakan dinginnya penjara dan bahkan diasingkan.
Namun, Bung Hatta berkata :
Aku rela dipenjara asal bersama buku. Karena dengan buku aku bebas.
Dengan membaca kita melihat dunia. Orang makin luas ilmunya, makin besar jiwanya seperti Mohammad Hatta.
Nah, pada masa kemerdekaan dari tahun 1945 s/d tahun 1955 Mohammad Hatta sebagai wakil presiden memberi contoh akhlak mulia yang sangat berguna bagi bangsa dan negara.
Tidak gila harta apalagi kekuasaaan, beliau mengundurkan diri daru posisinya sebagai wakil presiden Indonesia. Dia menganggap pemerintahan yang dipilih melalui pemilihan umum pada tahun 1955 tersebut adalah bentuk kematangan dari bangsa Indonesia dan sudah saatnya bagi para penerus bangsa yang mengulurkan tangannya. Selama hidup di istana negara, tidak ada kata mewah dan berlebih - lebihan, bahkan menurut kesaksian Iding Wangsa Widjaja seorang sekertaris pribadi Bung Hatta "Pernah kami berjalan dan melihat etalase toko yang menawarkan sepatu merek Bally (sepatu Bally merupakan sepatu terkenal dan sangat mahal). Tapi karena uang Bung Hatta belum cukup membelinya, dia hanya mampu menggunting kertas iklan tersebut dan disimpan di dompetnya dengan harapan suatu saat nanti jika tabungannya cukup bisa membelinya, namun sampai akhir hayatnya dia tak bisa membeli sepatu itu, karena uang hasil kerjanya untuk kehidupan keluarga dan saudara - saudaranya"
Setelah keluar dari istana, dia melanjutkan hidup dengan amat sederhana sebagai penulis dan pengajar. Pada masa Soeharto, ia ditunjuk sebagai penasehat badan anti korupsi. Namun entah mengapa badan tersebut dibubarkan oleh Soeharto setelah berjalan selama 2 tahun.
Berbagai pelajaran hidup dari kisah hidup Mohammad Hatta :
- Akhlak lebih utama daripada kepandaian dan kepintaran.
- Jadi orang harus bertambah nilainya dari hari ke hari dengan selalu menambah ilmu, caranya dengan membaca.
- Jangan rakus, perang melawan menjajah lebih mudah daripada melawan bangsa sendiri. Rakusnya kelompok - kelompok masyarakat dalam merebut kekuasaan menyebabkan fitnah/hoax merajalela saat ini.
- Berguna bagi sesama.